POTENSI PONDOK
PESANTREN DAN UPAYA
PENGEMBANGAN DAN
PEMBINAANNYA
MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Manajemen Pendidikan
Diniyah dan Pesantren
Dosen
Pengampu : Dr. H. Fatah Syukur NC, M. Ag
Disusun
Oleh :
Hadyan
Luthfi Julianto (1403036089)
JURUSAN
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2016
I.
PENDAHULUAN
Pondok
pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan non formal yang tersebar di
Indonesia. Dimana pondok pesantren lahir ditengah-tengah masyarakatdari
bagaimana tipe metode seperti apa yang diterapkan dalam pembelajarannya.
Setiap pondok pesantren memiliki ciri khas
yang berbeda-beda tergantung implikasi globalisasi dalam pendidikan yaitu
adanya delegurasi yang membuka peluang lembaga pendidikan (termasuk
perguruan tinggi asing) membuka lembaga pendidikanya di Indonesia. Oleh karena
itu persaingan di pasar kerja akan semakin berat. Kata “mutu” telah menjadi
orientsi produk pendidikan. oleh karena itu lembaga pendidikan yang tidak
mengorientasikan pembelajaran pada pencapaian mutu, cepat atau lambat akan
segera ditinggalkan oleh konsumenya. Sebaliknya, lembaga pendidikan yang
menjadikan mutu sebagai orientasi dan standar kualitasnya akan dicari konsumen
pendidikan.
Namun kini
repurtasi pesantren tampaknya dipertanyakan oleh sebagian masyarakat muslim
Indonesia. Mayoritas pesantren masa kini terkesan berada di menara gading,
elitis, jauh dari realitas sosial. Maka dengan ini ada terdapat beberapa
potensi pesantren dan upaya pengembangan dan pembinaannya, agar tetap terjaga
dan berkembang mengikuti modernisasi zaman.
II.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Pengertian potensi
pondok pesantren ?
2.
Apa Potensi-potensi
yang dimiliki Pondok pesantren ?
3.
Bagaimana pengembangan
pondok pesantren ?
4.
Bagaimana
pembinaan pondok pesantren ?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
potensi Ponpes dan potensi-potensi pondok pesantren
“Potensi”
dalam kamus besar Bahasa Indonesia mempunyai arti yaitu kemampuan yang
mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan.[1]
Sedangkan Pesantren atau Pondok adalah lembaga yang merupakan wujud proses
perkembangan sistem pendidikan nasional. Dengan demikian, Potensi Pondok pesantren
adalah lembaga pendidikan keagamaan yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan
sesuatu.[2]
B.
Potensi-potensi yang
dimiliki Pondok pesantren
Potensi Pola kehidupan pondok pesantren
sudah terdapat dalam istilah “panca jiwa” dimana di dalammya memuat “6 jiwa”
yang harus diwujudkan dalam proses pendidikan dan pembinaan karakter santri. Ke
enam jiwa tersebut adalah jiwa Keikhlsan, jiwa kesederhanaan, jiwa kemandirian,
jiwa ukhuwah Islamiah, jiwa kebebasan, dan jiwa toleransi.
Jiwa keikhlasan.
Jiwa ini tergambarkan dalam ungkapan “sepi ing pamrih”, yaitu perasaan
smeata-mata untuk beribadah yang sama sekali tidak dimotivasi oleh keinginan
memperoleh keuntungan-keuntungan tertentu. Jiwa ini tampak pada orang-orang
yang tinggal di pondok pesantren, mulai dari kyai, jajaran ustadz, hingga para
santri. Dari sinilah kemudian tercipta suasana harmonis antara kyai yang
disegani dan santri yang menaati suasana yang mendorong oleh jiwa yang penuh
cinta dan rasa hormat. Oleh karena belajar dianggap sebagai ibadah, maka
menurut Wolfgang Karcher, ia menimbukan tiga akibat, yaitu: (1) berlama-lama di
pesantren tidak pernah dianggap sebagai suatu masalah, (2) keberadaaan ijazah
sebagai tanda tamat belajar tidak terlalu dipedulikan, dan (3) lahirnya budaya
restu kyai yang terus bertahan hingga saat ini.
Jiwa kesederhanaan.
Kehidupan di pondok pesantren diliputi suasana kesederhanaan yang bersahaja.
Sederhana di sini bukan berarti pasif, melarat, nrimo, dan miskin, melainkan
mengandung unsur kekuatan hati, ketabaha, dan pengendalian diri di dalam
mengahadapi bebagai macam rintangan hidup sehingga diharapkan akan terbit jiwa
yang besar, berani, begerak maju, dan pantang mundur dalam segala keadaan.
Dengan kata lain di sinilah awal tumbuhnya kekuatan mental dan karakter yang
menjadi syarat bagi suksesnya suatu pejuangan dalam segala bidang kehidupan.
Jiwa kemandirian.
Berdikari, yang biasanya dijadikan akronim dari “ berdiri di atas kaki
sendiri”, bukan hanya berarti bahwa seorang santri harus belajar mengurus
keperluannya sendiri, melainkan telah menjadi semacam prinsip bahwa sendari
awal pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan islam yang tidak pernah
menyandarkan kelangsungan hidup dan perkembangannya ada bantuan dan belas
kasihan kepada pihak lain.
Jiwa ukhuwah Islamiah.
Suasana kehidupan di pondok pesantren selalu diliputi semangat persaudaraan
yang sangat akrab sehingga susah dan senang tamapak dirasakan bersama tentunya,
terdapat banyak nilai-nilai keagamaan yang telah akrab di dalamnya. Tidak ada
lagi pembatas yang memisahkan mereka, sekalipun mereka sejatinya berbeda-beda
dalam aliran politik, sosial, ekonomi, dan lain-lain baik selama berada di
pondok pesantren maupun setelah pulang ke rumah masing-masing.
Jiwa kebebasan.
Para santri diberi kebebasan untuk memilih jalan hidup kelak di tengah
masyarakat. Mereka bebas menentukan masa depannya dengan berbekal jiwa yang
besar dan optimism yang mereka dapatkan selama ditempa di pondok pesantren
selama hal itu masih dianggap sejalan dengan nilai-nilai pendidikan yang mereka
dapatkan di pondok peasntren.[3]
Jiwa Toleransi.
semenjak reformasi digulirkan, diskursus pluralisme dan multikulturalisme di
negeri ini terus berkembang pesat.Terkait dengan masalah tersebutsikap hidup toleran
menjadi penting. Toleransi dipandang bisa menjadi perekat baru integrasi bangsa
yang sekian lama tercabik cabik. Integrasi nasional yang selama ini dibangun
berdasarkan politik kebudayaan lebih cenderung seragam dianggap tidak lagi
relevan dengan kondisi dan semangat demokrasi global. Desentralisasi kekuasaan
dalam bentuk otonomi daerah semenjak 1999 adalah jawaban bagi tuntutan
demokrasi tersebut. Namun, desentralisasi sebagai keputusan politik nasional
tern yata kemudian disadari tidak begitu produktif apabila dilihat dari
kacamata integrasi nasional suatu bangsa besar yang isinya beraneka ragam suku
bangsa, etnis, agama, dan status social.[4]
C.
Pengembangan
pondok pesantren
Keberhasilan suatu pondok pesantren
perlu didukung dengan manejemen yang baik Burhanuddin mengemukakan bahwa:
manajemen memiliki kedudukan strategis dalam memberikan dukungan
penyelenggaraan pendidikan, terutama dalam program peningkatan mutu pendidikan
di sekolah (pondok). Manajemen bekerja daam proses pendayagunaan segenap sumber
daya yang tersedia di sekolah (pondok) seoptimal mungkin demi terselenggaranya
program-program pendidikan secara efektif dan efisien.
Dan ada beberapa aspek pengembangan yang
perlu diketahui dalam pengembangan pondok pesantren, yaitu Pengembangan SDM
pondok pesantren, pengembangan Manajemen pondok pesantren, pengembangan
teknologi komunikasi pondok pesantren, pengembangan ekonomi pondok pesantren.
a. Pengembangan
SDM pondok pesantren
Dalam hal ini pondok pesantren
sebagai agen pengembangan masyarakat, sangat diharapkan mempersiapkan sejumlah
konsep pengembangan SDM, baik untuk peningakatan kualitas pondok pesantren itu
maupun untuk peningkatan kualitas pondok pesantren kehidupan masyarakat.[5]
b. Pengembangan
Manajemen pondok pesantren
Total Quality Management (TQM),
atau manajemen mutu menyeluruh, suatu konsep manajemen yang dikembangkan sejak
lima puluh tahun lalu yang diambil dari berbagai praktik manajemen, usaha
peningkatan produktivitas, peningkatan kualitas barang dan pelayanan. Sistem
manajemen pesantren memandangnya bahwa proses pendidikan santri adalah suatu
peningkatan terus menerus, yang dimulai siklus adanya ide-ide untuk menghasilkan
lulusan yang berkualitas, pengembangan kurikulum, proses pembelajaran, dan ikut
bertanggung jawab untuk memuaskan pengguna lulusan pondok pesantren tersebut.[6]
c. Pengembangan
teknologi komunikasi pondok pesantren
Penerapan teknologi komunikasi dalam
pengembangan pesantren agaknya dapat diidentifikasikan dengan penerapan
teknologi komunikasi pendidikan, meski dalam berbagai aspek mempunyai
perbedaan. Dalam menjalankan fungsi pengajaran, pengembangan dan penyebaran
ilmu agama Islam, pesantren mempunyai unsur-unsur pokok: pondok, masjid,
pengajaran, santri, dan kiai. Seluruh unsur tersebut berada dalam lingkunag
sistem sosial yang menimbulkan tindakan manusia yang berwujud personal idividu,
interaksi antar individu, kelompok, sistem sosial, dan budaya. Teknologi
komunikasi, baik yang berkarakteristik audio visual, audio, ataupun grafis,
sebenarnya dapat juga dimanfaatkan untuk sektor pembelajaran di pesantren.[7]
d. Pengembangan
ekonomi pondok pesantren
Peran pesantren mempunyai nilai yang
cukup strategis dan signifikan dalam memberikan sumbangsih dan perannya bagi
peningakatan keswadayaan, kemandirian, dan partisipasi masyrakat. Dalam konteks
pengembangan ekonomi umat, pesantren di samping berperan sebagai agent of
social change, sekaligus sebagai pelopor kebangkitan ekonomi umat. Hal ini,
terlihat setidaknya bagi komunitas pesantren dan masyrakat sekitarnya, dengan
di bentuknya Kelompok Wirausaha Bersama (KWUB) antar pesantren maupun
masyarakat, dan Forum Komunikasi Pengembangan Ekonomi Kerakyatan (FKPEK), meski
diakui keberadaan lembaga ini masih dalam tahap permulaan.[8]
D.
Pembinaan pondok
pesantren
Pembinaan santri adalah usaha untuk
mempertahankan, melestarikan dan menyempurnakan manusia dalam hal ini adalah
santri untuk menjadi sosok yang memiliki akhlaq-aqidah yang lurus. Dalam
memberikan pembinaan tentang akhlaq ada tiga hal yang harus diberikan pendidik
kepada peserta didik agar dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran
islam menyeluruh. ketiga hal tersebut ialah pendidikan aqidah, pendidikan
ibadah, pendidikan akhlaq.[9]
Berkenaan dengan bagaimana membina kemampuan
mengelola serta merencanakan seluruh aktivitas kegiatan pondok pesantren maka
perencanaan mengandung pokok-pokok sebagai berikut:
1. Perencanaan
selalu berorientasi masa depan, maksudnya perencanaan berusaha memprediksi
bentuk dan sifat masa depan santri yang diinginkan berdasarkan situasi kondisi
masalalu dan masa sekarang.
2. Perencanaan
merupakan sesuatu yang disengaja dilahirkan, dan bukan kebetulan, dan sebagai
hasil pemikiran yang matang dan cerdas, yang bersumber dari hasil
eksplorasi terhadap penyelenggaraan pendidikan.
3. Perencanaan
memerlukan tidakan dari orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan
ketrampilan, baik secara individu maupun kelompok.
4. Perencanaan
harus bermakna, dalam arti bahwa usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka
mencapai tujuan diselenggarakanya pendidikan ketrampilan semakin efektif dan
efisien
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut: bahwa keberhasilan suatu kegiatan ditentukan baik buruknya
perencanaan, perencanaan harus dapat memandang atau meramalakan
kegiatan-kegiatan dimasa yang akan datang secara obyektif, perencanaan harus
diarahkan kepada tercapainya suatu tujuan sehingga bila terjadi kegagalan dalam
pelaksanaan kemungkinan besar penyebabnya adalah kurang sempurnanya
perencanaan, perencanaan harus memikirkan: anggaran, kebijakan, prosedur,
metode, dan kriteria-kriteria untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[10]
Kita menyadari bahwa segala transformasi
membutuhkan beberapa komponen kompleks yang mendukung tercapainya tujuan
pendidikan pesantren tersebut. Komponen-komponen itu berupa “POSDCORB” yaitu planning,
organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, dan budgeting.
1. Aspek
planning (perencanaan). Pada kenyataannya, pondok pesantren belum
memiliki rencana jelas dalam melaksanakan kebijakan pendidikan dan pengajaran. Sehingga
perlu dibuat pola-pola perencanaan seragam yang prinsipil dan tidak mengurangi
nilai-nilai dari kepemimpinan pondok pesantren.
2. Aspek
organizing (organisasi). Pondok pesantren yang ada tidak memiliki
keseragaman struktur organisasi dan administrasi, serta tidak mempunyai
kesepakatan struktur kurikulumnya, sehingga perlu adanya semacam petunjuk
berupa pola struktur dan administrasi dasar.
3. Aspek
Staffing. Pelaksanaan pendidikan pondok pesantren yang terdiri dari
kiai, guru, dan pengurus. Guru dan pengurus perlu diberikan penataran,
kursus-kursus, dan pengaderan. Hal tersebut diberikan karena staf termasuk
dalam pembinaan personal.
4. Aspek
coordinating. Koordinasi bukanlah peleburan organisasi tapi berbentuk
kerjasama yang baik antar pesantren. Koordinasi dapat dilakukan dengan
membentuk Majelis Pembinaan Pondok Pesantren (MPPP) yang terdiri dari para kiai
dan para sarjana yang bertanggung jawab langsung pada pemerintah.
5.
Aspek reporting
(pembuatan laporan) dalam akhir tahun perlu diadakan laporan khusus pada
majelis atau pengurus yayasan pengelola, yang berguna sebagai laporan objektif,
juga merupakan evaluasi tentang pelaksanaan dan kehidupan di pesantren.
6.
Aspek budgeting
(belanja negara). Karena pesantren bersifat swasta, pembiayaannya bersumber
dari perwakafan, hibah, donator-donatur iuran, baik tetap maupun tidak. Seorang
kiai dituntut untuk mempunyai charisma yang tinggi agar mendapatkan kepercayaan
dari puhak luar.[11]
IV.
ANALISIS
Meninjau
kembali tentang bagaimana pentignya pendidikan bagi kehidupan manusia,
pemahaman akan adanya pondok pesantren memiliki peran dan kntribusi yang besar
dalam pendidikan. Kita ketahui sebagai lembaga, pesantren dimaksudkan untuk
mempertahankan nilai-nilai keislaman dengan titik berat pada pendidikan yang
islami. Oleh sebab itu dalam lingkup pesantren itu sendiri perlu adanya
pembinaan dan pengelolaan yang meliputi, pembinaan dan pengelolaan potensi,
administrasi, kurikulum sampai pada perencanaanya. Agar nantinya mampu mencetak
jebolan-jebolan pondok pesantren yang tidak hanya cakap dalam satu bidang saja
(agama), melainkan berbagai bidang yang membawa daya guna bagi dirinya serta
masyarakat luas.
Pesantren
bukan lagi dipandang sebagai lembaga yang tertinggal, melainkan lembaga yang
mempunyai daya saing yang besar dengan lembaga-lembaga pendidikan yang lain.
Yang selalu melakukan pembenahan dan pengembangan dari segala bidang.
Kiprah pesantren dalam berbagai hal
sangat amat dirasakan oleh masyarakat. Salah satu yang menjadi contoh utama
adalah, pembentukan dan terbentuknya kader-kader ulama dan pengembang ke ilmuan
islam.
Dalam lembaga pendidikan islam
(pesantren) yang bermutu akan melibatkan berbagai input dan out put. Maka dari
itu diterapkan pula kurikulum TQM untuk menjamin pesantren yang lebih maju demi
kualitas peserta didik atau santri yang berada dalam pesantren tersebut.
V.
KESIMPULAN
Potensi Pondok pesantren adalah lembaga
pendidikan keagamaan yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan sesuatu.
Potensi Pola kehidupan pondok pesantren sudah terdapat dalam istilah “panca
jiwa” dimana di dalammya memuat “6 jiwa” yang harus diwujudkan dalam proses
pendidikan dan pembinaan karakter santri. Ke enam jiwa tersebut adalah jiwa Keikhlsan,
jiwa kesederhanaan, jiwa kemandirian, jiwa ukhuwah Islamiah, jiwa kebebasan,
dan jiwa toleransi.
Keberhasilan suatu pondok pesantren
perlu didukung dengan manejemen yang baik, pengembangan yang perlu diketahui
dalam pengembangan pondok pesantren, yaitu Pengembangan SDM pondok pesantren,
pengembangan Manajemen pondok pesantren, pengembangan teknologi komunikasi
pondok pesantren, pengembangan ekonomi pondok pesantren.
Pembinaan santri adalah usaha untuk
mempertahankan, melestarikan dan menyempurnakan manusia dalam hal ini adalah
santri untuk menjadi sosok yang memiliki akhlaq-aqidah yang lurus. Berkenaan
dengan bagaimana membina kemampuan mengelola serta merencanakan seluruh
aktivitas kegiatan pondok pesantren maka perencanaan mengandung pokok-pokok sebagai
berikut:
1. Perencanaan selalu berorientasi masa depan
2. Perencanaan merupakan sesuatu yang disengaja
dilahirkan
3. Perencanaan memerlukan tidakan dari
orang-orang yang terlibat
4. Perencanaan harus bermakna
Kita menyadari bahwa segala transformasi
membutuhkan beberapa komponen kompleks yang mendukung tercapainya tujuan
pendidikan pesantren tersebut. Komponen-komponen itu berupa “POSDCORB” yaitu planning,
organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, dan budgeting.
VI.
PENUTUP
Demikian
makalah manajemen
diniyah dan pesantren yang berjudul potensi pondok pesantren dan upaya
pengembangannya kami buat, semoga
dapat memberikan manfaat kepada kita semua, dan dapat memberikan suatu
pemahaman kepada pemakalah secara khususnya.
Sekian
dari kami apabila ada kesalahan atau kekurangan dalam penulisan makalah ini
atau dalam pemahamannya, dimohon kritik dan saran yang membangun sangat kami
butuhkan agar dapat membuat makalah selanjutnya dengan baik. Mohon maaf yang
sebesar-besarnya dan atas perhatian pembaca kami mengucapkan terima kasih.
[1] http://kbbi.web.id/potensi (di
akses pada hari kamis, 7 April 2016)
[2] Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini, Implementasi
manajemen peningkatan mutu pendidikan islam,( Yogyakarta: Penerbit Teras, 2012), hlm.
235
[3] Abd. Halim Soebahar, Kebijakan
Pendidikan Islam: Dari Ordonasi Guru sampai UU Sisdiknas, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2013) hlm. 42-43
[4]
http://eprints.uinsby.ac.id/121/1/Executive%20Summar%20ali%20maksum.pdf (di
akses pada hari Jum’at, 8 April 2016)
[5] A. Halim dkk, Manajemen Pesantren, (Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2005), hlm. 3
[9] Ahmad Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya:
Al-Ikhlas, 1992), hlm. 20
[10] Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini, Implementasi
manajemen peningkatan mutu pendidikan islam, hlm. 254-256
[11] Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini, Implementasi
manajemen peningkatan mutu pendidikan islam, hlm. 346-348