I. Koleksi Ronggowarsito
Perintisan berdirinya Museum Jawa Tengah
Ronggowarsito dimulai sejak 5 Juli 1975 dan diresmikan pada hari Sabtu Pahing,
2 April 1983. Dinamakan Museum Negeri Ronggowarsito dikarenakan beberapa
pertimbangan diantaranya Pengambilan nama Ronggowarsito sendiri dari nama
Seorang Pujangga Keraton Surakarta Hadiningrat yaitu Raden Ngabehi
Ronggowarsito yang telah banyak meninggalkan kebudayaan bagi masyarakat
Indonesia pada umumnya dan masyarakat Jawa pada khususnya yaitu berupa
buku-buku dan naskah. Karya–karyanya sangat akrab ditengah masyarakat jawa.
Seperti serat Kalatidha dengan bait–baitnya yang meramalkan tentang adanya
zaman edan. Museum Jawa Tengah Ronggowarsito merupakan Museum yang memiliki
koleksi terbesar dan unsur pendukung lain adalah kelengkapan layanan dan sarana
yang tersedia.
Museum Jawa Tengah Ronggowarsito
Semarang memiliki total koleksi mencapai 59.784 unit yang terdiri dari berbagai
kategori koleksi. Koleksi terbanyak adalah kategori numismatik-heraldika, yakni
mata uang dan tanda pangkat. Jumlah koleksi numismatik-heraldika tersebut
mencapai 44.961 unit, kategori etnografi sebanyak 6.803 unit, dan koleksi
benda-benda arkeologi berjumlah 5.211 unit. Jumlah koleksi keramik, kata dia,
sebanyak 1.199 unit, biologi sebanyak 617 unit, historika sebanyak 318 unit,
seni rupa 397 unit, dan geologika berupa batuan alam sebanyak 200 unit.
Koleksi yang jumlahnya masih sedikit
kategori filologika, berupa naskah atau manuskrip yang hanya 36 unit dan
teknologika, seperti mesin ketik kuno sebanyak 42 unit. Museum Jawa Tengah
Ronggowarsito termasuk Museum provinsi terbesar di Indonesia dalam hal jumlah
koleksi dan keluasan bangunan. Museum ronggowarsito dirancang sesuai dengan
standar museum di Asia tenggara. Luas bangunan kira-kira 8.438 m persegi. Yang
mencakup pendopo, gedung pertemuan, gedung pameran tetap, perpustakaan,
laboratorium, perkantoran.
II.
Nilai Budaya Jawa dalam 5 Aspek Peninggalan
A.
Gedung A:
1.
Galeri Geologi (lantai 1)
·
Gunungan
Blumbangan: tradisi Gunung Blumbangan dirancang oleh Raden Patah pada abad
ke-15. Gunungan menggambarkan alam semesta, manusia, dan lingkungannya.
·
Lukisan Alam
Semesta
·
Koleksi
Kosmologika: berupa lukisan-lukisan galaksi, proses terbentuknya planet,
atmosfer Bumi; serta koleksi benda angkasa luar berupa meteorit.
·
Koleksi
Geologika dan Geografika: mencakup ilustrasi skala waktu geologi, diorama
stalaktit-stalagmit, formasi batuan Karangsambung-Kebumen yang merupakan daerah
penelitian batuan terbesar di Asia Tenggara.
·
Koleksi
Ekologika: menyajikan diorama ekosistem, koleksi awetan binatang, dan foto-foto
lingkungan alam yang terkenal di Jawa Tengah.
2.
Galeri Paleontologi (lantai 2)
·
Kelompok
Paleobotani: koleksi fosil-fosil kayu dari Sangiran yang terbentuk karena
proses mineralisasi yaitu meresapnya mineral (silikat) kedalam
struktur/pori-pori kayu, dan ilustrasi bentuk tumbuhan zaman purba.
·
Kelompok
Paleozoologi: fosil (kerang, gajah purba, kerbau purba, dll) dan ilustrasi
kehidupan binatang purba.
·
Kelompok
Paleontologi: koleksi fosil-fosil fragmen tulang manusia purba jenis
Pithecanthropus erectus, manusia-kera yang berjalan tegak.
B. Gedung B:
1.
Peninggalan dari Peradaban Hindu-Buddha (lantai 1&2)
Budaya yang berasal
dari pengaruh Hindu-Buddha dari India sering juga disebut peradaban klasik.
Peradaban tersebut datang secara bergelombang, bermula dari awal tarikh Masehi,
dan membawa tiga perubahan besar bagi masyarakat lokal yaitu: mengenal ajaran
Hindu-Buddha, mengenal sistem pemerintahan kerajaan, dan mengenal bentuk
tulisan. Koleksi yang dipamerkan berupa:
·
Miniatur Candi
Borobudur, Prambanan, Kalasan.
·
Replika Prasasti
Tukmas dan Cangal.
·
Arca-arca dan
replika, lingga-yoni, kala-makara. Arca Ganesha dari Sawit, Boyolali, sangat
sempurna dilihat dari sisi artistik.
·
Koleksi yang
berhubungan dengan kehidupan religi seperti kentongan, kendi, genta, cermin
yang dibuat dari perunggu.
·
Peralatan
sehari-hari berupa lampu gantung, bokor, bejana, talam, cetakan mata uang.
2.
Peninggalan dari berbagai zaman peradaban (lantai 2)
·
Zaman batu:
peradaban batu berupa serpih, kapal genggam, kapak besar (beliung), punden
berundak, menhir, arca-arca di Jawa Tengah tersebar di berbagai wilayah.
·
Zaman perunggu:
berupa benda-benda peralatan (kapak corong) dan benda-benda untuk kepentingan
upacara keagamaan seperti nekara, digunakan dalam upacara memanggil hujan.
·
Zaman besi:
tidak tersedia.
·
Peradaban
Polinesia: disebut peradaban Polinesia karena berbagai langgam budaya yang
ditinggalkan khas budaya Polinesia, berupa arca mirip Ganesha temuan dari Desa
Jalatiga, Kecamatan Doro, Pekalongan.
·
Peradaban
Hindu-Buddha
·
Zaman pengaruh
Islam: pesisir utara Jawa Tengah (Tegal, Pekalongan, Semarang, Demak, Kudus,
Jepara, Rembang, Lasem) termasuk daerah awal persebaran pengaruh Islam di
Indonesia. Koleksi berupa fragmen seni hias, replika kaligrafi karya RM
Sosrokartono, serta miniatur Masjid Agung Demak dan Masjid Sunan Kudus.
·
Peninggalan
zaman kolonial: berupa meriam pertahanan temuan dari Tegal dan Brebes, pedang
militer, lonceng dan jangkar kapal, dll.
C. Gedung C:
1.
Galeri bersejarah perjuangan bersenjata (Lantai I)
Koleksi
dibagi dua bagian: koleksi semasa perjuangan fisik dan diplomasi, serta diorama
antara lain: Diorama pertempuran lima hari Semarang, diorama peristiwa Palagan
Ambarawa, Diorama gerilya dan kembali ke Yogyakarta.
2.
Galeri koleksi teknologi dan kerajinan tradisional (Lantai II)
Ruangan
ini dibagi menjadi beberapa bagian, mencakup ruang teknologi mata pencaharian,
ruang teknologi industri dan transportasi, ruang teknologi kerajinan, dan rumah
tinggal.
D. Gedung D:
1.
Galeri Pembangunan (Lantai I)
Galeri
ini dikelompokkan kedalam Ruang Pembangunan, Ruang Numismatika dan Heraldik,
Ruang Tradisi Nusantara, Ruang Intisari dan Hibah.
2.
Galeri Kesenian (Lantai II)
Galeri
kesenian menampilkan koleksi benda dan peralatan kesenian yang dipisahkan
menjadi Seni Pergelaran, dan Seni Pertunjukan dan Seni Musik.
E. Gedung E:
Galeri Koleksi Emas Merupakan ruang
susulan untuk menampilkan koleksi emas. Diresmikan oleh Direktur Jenderal
Kebudayaan, Edy Setyawati, pada tanggal 14 Oktober 1996. Koleksi dibagi menjadi
empat kategori:
·
Perhiasan badan:
anting-anting, gelang, binggel, hiasan dada, kelat leher, ikat pinggang.
·
Perhiasa kepala:
mahkota dan grado.
·
Berbagai bentuk
cincin.
·
Benda-benda
untuk sarana upacara keagamaan, mata uang, lempengan prasasti, arca, keris, dan
mangkuk.
III.
Nilai-nilai Islam dalam Budaya Tersebut
Diantara
budaya-budaya Islam yang dipamerkan disana ialah:
Miniatur Masjid Agung Demak yang
merupakan masjid pertama di Jawa yang dibangun sebelum didirikannya Kerajaan Jawa.
Peresmian masjid ini dilakukan oleh Sunan Kalijaga pada tahun 1479 M. Masjid ini didirikan oleh Raden Patah, yaitu
raja pertama dari Kesultanan Demak sekitar abad ke-15 Masehi. Masjid ini
mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki empat
tiang utama yang disebut saka guru. Salah satu dari tiang utama tersebut konon
berasal dari serpihan-serpihan kayu, sehingga dinamai saka tatal. Bangunan
serambi merupakan bangunan terbuka. Sedangkan atapnya berbentuk limas yang
ditopang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit. Atap limas masjid terdiri
dari tiga bagian yang menggambarkan Iman, Islam, dan Ihsan.
Selain itu juga terdapat miniatur Masjid Sunan
Kudus (Menara Kudus) Masjid ini dibangun sekitar tahun 956 H/1549 M, pada masa
Kesultanan Demak yang didirikan oleh Sunan Kudus. Keunikan masjid ini adalah
bangunan menara yang terletak dibagian depan masjid. Bentuknya mengambil corak
bangunan Hindu. Menara Kudus memiliki ketinggian sekitar 18 meter dengan bagian
dasar berukuran 10 x 10 m. Di sekeliling bangunan dihias dengan piring-piring
bergambar yang kesemuanya berjumlah 32 buah. Dua puluh buah di antaranya
berwarna biru serta berlukiskan masjid, manusia dengan unta dan pohon kurma.
Sementara itu, 12 buah lainnya berwarna merah putih berlukiskan kembang. Di
dalam menara terdapat tangga yang terbuat dari kayu jati. Bangunan dan
hiasannya jelas menunjukkan adanya hubungan dengan kesenian Hindu Jawa karena
bangunan Menara Kudus itu terdiri dari 3 bagian yaitu kaki, badan, dan puncak
bangunan.
Koleksi di ruang kesenian adalah
kesenian wayang, yang ditampilkan dalam bentuk realita, evokatif, foto,
peragaan dan proses pembuatannya. Selain itu ditampilkan pula kesenian
tradisional yang masih berkembang di lingkungan masyarakat, seperti kuda lumping,
barongan, nini thowok, serta perangkat kesenian tradisional masyarakat yang
seperti: Wayang merupakan koleksi yang
dipamerkan meliputi wayang beber, wayang kidang kencanu, wayang kaper, wayang
kandha, wayang Budha, wayang madya, wayang gedog, wayang duporo, wayang suluh,
wayang kayu (golek) dan lain-lain, Seni Musik merupakan koleksinya meliputi kuda lumping, evokatif
barong, nini thowok, dan foto-foto seni pertunjukan seperti dolalak dari
purworejo.
Wayang merupakan salah satu media yang
digunakan oleh salah satu tokoh walisongo dalam menyebarkan ajaran agama islam.
Dalam pertunjukan wayang, kehadiran Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong selalu
dinanti-nanti para penonton. Keempatnya merupakan karakter khas dalam wayang
Jawa (Punakawan). Pendekatan ajaran Islam dalam kesenian wayang juga tampak
dari nama-nama tokoh punakawan. Barang kali tak banyak orang yang tahu kalau
nama-nama tokoh pewayangan, seperti Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong sebenarnya
berasal dari bahasa Arab.
Ada yang menyebutkan, Semar berasal dari
kata Sammir yang artinya siap sedia. Namun, ada pula yang meyakini bahwa kata
Semar berasal dari bahasa arab Ismar. Tokoh semar selalu tampil sebagai
pengokoh (paku) terhadap semua kebenaran yang ada, ia selalu tampil
sebagai penasihat. Sosok wayang kedua adalah Gareng. Nama Gareng berasal dari
kata Khair yang bermakna kebaikan atau kebagusan. Wayang yang ketiga adalah
Petruk. Petruk berasal dari kata Fatruk yang berarti meninggalkan. Ada yang
berpendapat kata petruk diadaptasi dari kata Fatruk kata pangkal dari sebuah
wejangan (petuah) tasawuf, "Fat-ruk kulla maa siwallaahi"
(tinggalkan semua apapun yang selain Allah). Sedangkan Tokoh Bagong diyakini
berasal dari kata Bagho yang artinya kejelekan. pendapat lain menyebutkan
Bagong berasal dari kata Baghaa yang berarti berontak, yakni berontak terhadap
kebatilan dan keangkaramurkaan.
IV. Kritik Budaya Jawa
Dalam melesetarikan budaya jawa setidaknya
kita harus selalu mencermati nilai-nilai apa sajakan yang termuat atau
terkandung dalam budaya tersebut. Karena di zaman modern saat ini, banyak
kalangan sudah meninggalkannya terutama anak-anak muda sekarang, hal tersebut
harus segera dibenahi agar kelak budaya yang telah turun-temurun dari dahulu
akan hilang atau punah.
Karena di Indonesia sendiri sekarang
suadah dimasuki budaya-budaya eropa atau budaya luar lainnya yang menggunakan
konsep modernisasi. Maka dari itu kita sebagai orang yang masih peduli dan
masih melestarikan budaya jawa tersebut, mengajak agar masyarakat Indonesia
terutama jawa tidak meluapakan atau meningalkan budaya yang memang sudah dibawa
dari nenek moyang.
V. Kesimpulan
Museum Ronggowarsito merupakan salah
satu aset pelayanan publik yang menyimpan banyak koleksi budaya dan
peninggalan-peninggalan sejarah. Museum Ronggowarsitoterdiri dari empat gedung
yang menyimpan berbagai koleksi. diantara koleksi tersebut ada Masjid Agung
Demak, Masjid Menara Kudus, gamelan, dan wayang. Koleksi tersebut memiliki
interelasi antara budaya Jawa dan Islam.
VI. Dokumentasi
Kunjungan
#UINPeduliJawa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar