Minggu, 01 Mei 2016

ARSITEKTUR DAN PEWAYANGAN DALAM NILAI BUDAYA KE ISALAMAN JAWA, KUNJUNGAN MUSEUM RONGGOWARSITO

I.       Koleksi Ronggowarsito
Perintisan berdirinya Museum Jawa Tengah Ronggowarsito dimulai sejak 5 Juli 1975 dan diresmikan pada hari Sabtu Pahing, 2 April 1983. Dinamakan Museum Negeri Ronggowarsito dikarenakan beberapa pertimbangan diantaranya Pengambilan nama Ronggowarsito sendiri dari nama Seorang Pujangga Keraton Surakarta Hadiningrat yaitu Raden Ngabehi Ronggowarsito yang telah banyak meninggalkan kebudayaan bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Jawa pada khususnya yaitu berupa buku-buku dan naskah. Karya–karyanya sangat akrab ditengah masyarakat jawa. Seperti serat Kalatidha dengan bait–baitnya yang meramalkan tentang adanya zaman edan. Museum Jawa Tengah Ronggowarsito merupakan Museum yang memiliki koleksi terbesar dan unsur pendukung lain adalah kelengkapan layanan dan sarana yang tersedia.
Museum Jawa Tengah Ronggowarsito Semarang memiliki total koleksi mencapai 59.784 unit yang terdiri dari berbagai kategori koleksi. Koleksi terbanyak adalah kategori numismatik-heraldika, yakni mata uang dan tanda pangkat. Jumlah koleksi numismatik-heraldika tersebut mencapai 44.961 unit, kategori etnografi sebanyak 6.803 unit, dan koleksi benda-benda arkeologi berjumlah 5.211 unit. Jumlah koleksi keramik, kata dia, sebanyak 1.199 unit, biologi sebanyak 617 unit, historika sebanyak 318 unit, seni rupa 397 unit, dan geologika berupa batuan alam sebanyak 200 unit.
Koleksi yang jumlahnya masih sedikit kategori filologika, berupa naskah atau manuskrip yang hanya 36 unit dan teknologika, seperti mesin ketik kuno sebanyak 42 unit. Museum Jawa Tengah Ronggowarsito termasuk Museum provinsi terbesar di Indonesia dalam hal jumlah koleksi dan keluasan bangunan. Museum ronggowarsito dirancang sesuai dengan standar museum di Asia tenggara. Luas bangunan kira-kira 8.438 m persegi. Yang mencakup pendopo, gedung pertemuan, gedung pameran tetap, perpustakaan, laboratorium, perkantoran.
II. Nilai Budaya Jawa dalam 5 Aspek Peninggalan
A. Gedung A:
1. Galeri Geologi (lantai 1)
·         Gunungan Blumbangan: tradisi Gunung Blumbangan dirancang oleh Raden Patah pada abad ke-15. Gunungan menggambarkan alam semesta, manusia, dan lingkungannya.
·         Lukisan Alam Semesta
·         Koleksi Kosmologika: berupa lukisan-lukisan galaksi, proses terbentuknya planet, atmosfer Bumi; serta koleksi benda angkasa luar berupa meteorit.
·         Koleksi Geologika dan Geografika: mencakup ilustrasi skala waktu geologi, diorama stalaktit-stalagmit, formasi batuan Karangsambung-Kebumen yang merupakan daerah penelitian batuan terbesar di Asia Tenggara.
·         Koleksi Ekologika: menyajikan diorama ekosistem, koleksi awetan binatang, dan foto-foto lingkungan alam yang terkenal di Jawa Tengah.
2. Galeri Paleontologi (lantai 2)
·         Kelompok Paleobotani: koleksi fosil-fosil kayu dari Sangiran yang terbentuk karena proses mineralisasi yaitu meresapnya mineral (silikat) kedalam struktur/pori-pori kayu, dan ilustrasi bentuk tumbuhan zaman purba.
·         Kelompok Paleozoologi: fosil (kerang, gajah purba, kerbau purba, dll) dan ilustrasi kehidupan binatang purba.
·         Kelompok Paleontologi: koleksi fosil-fosil fragmen tulang manusia purba jenis Pithecanthropus erectus, manusia-kera yang berjalan tegak.
B.  Gedung B:
1.  Peninggalan dari Peradaban Hindu-Buddha (lantai 1&2)
Budaya yang berasal dari pengaruh Hindu-Buddha dari India sering juga disebut peradaban klasik. Peradaban tersebut datang secara bergelombang, bermula dari awal tarikh Masehi, dan membawa tiga perubahan besar bagi masyarakat lokal yaitu: mengenal ajaran Hindu-Buddha, mengenal sistem pemerintahan kerajaan, dan mengenal bentuk tulisan. Koleksi yang dipamerkan berupa:
·         Miniatur Candi Borobudur, Prambanan, Kalasan.
·         Replika Prasasti Tukmas dan Cangal.
·         Arca-arca dan replika, lingga-yoni, kala-makara. Arca Ganesha dari Sawit, Boyolali, sangat sempurna dilihat dari sisi artistik.
·         Koleksi yang berhubungan dengan kehidupan religi seperti kentongan, kendi, genta, cermin yang dibuat dari perunggu.
·         Peralatan sehari-hari berupa lampu gantung, bokor, bejana, talam, cetakan mata uang.
2.  Peninggalan dari berbagai zaman peradaban (lantai 2)
·         Zaman batu: peradaban batu berupa serpih, kapal genggam, kapak besar (beliung), punden berundak, menhir, arca-arca di Jawa Tengah tersebar di berbagai wilayah.
·         Zaman perunggu: berupa benda-benda peralatan (kapak corong) dan benda-benda untuk kepentingan upacara keagamaan seperti nekara, digunakan dalam upacara memanggil hujan.
·         Zaman besi: tidak tersedia.
·         Peradaban Polinesia: disebut peradaban Polinesia karena berbagai langgam budaya yang ditinggalkan khas budaya Polinesia, berupa arca mirip Ganesha temuan dari Desa Jalatiga, Kecamatan Doro, Pekalongan.
·         Peradaban Hindu-Buddha
·         Zaman pengaruh Islam: pesisir utara Jawa Tengah (Tegal, Pekalongan, Semarang, Demak, Kudus, Jepara, Rembang, Lasem) termasuk daerah awal persebaran pengaruh Islam di Indonesia. Koleksi berupa fragmen seni hias, replika kaligrafi karya RM Sosrokartono, serta miniatur Masjid Agung Demak dan Masjid Sunan Kudus.
·         Peninggalan zaman kolonial: berupa meriam pertahanan temuan dari Tegal dan Brebes, pedang militer, lonceng dan jangkar kapal, dll.
C.  Gedung C:
1. Galeri bersejarah perjuangan bersenjata (Lantai I)
Koleksi dibagi dua bagian: koleksi semasa perjuangan fisik dan diplomasi, serta diorama antara lain: Diorama pertempuran lima hari Semarang, diorama peristiwa Palagan Ambarawa, Diorama gerilya dan kembali ke Yogyakarta.
2. Galeri koleksi teknologi dan kerajinan tradisional (Lantai II)
Ruangan ini dibagi menjadi beberapa bagian, mencakup ruang teknologi mata pencaharian, ruang teknologi industri dan transportasi, ruang teknologi kerajinan, dan rumah tinggal.
D.  Gedung D:
1. Galeri Pembangunan (Lantai I)
Galeri ini dikelompokkan kedalam Ruang Pembangunan, Ruang Numismatika dan Heraldik, Ruang Tradisi Nusantara, Ruang Intisari dan Hibah.
2. Galeri Kesenian (Lantai II)
Galeri kesenian menampilkan koleksi benda dan peralatan kesenian yang dipisahkan menjadi Seni Pergelaran, dan Seni Pertunjukan dan Seni Musik.
E.   Gedung E:
Galeri Koleksi Emas Merupakan ruang susulan untuk menampilkan koleksi emas. Diresmikan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan, Edy Setyawati, pada tanggal 14 Oktober 1996. Koleksi dibagi menjadi empat kategori:
·         Perhiasan badan: anting-anting, gelang, binggel, hiasan dada, kelat leher, ikat pinggang.
·         Perhiasa kepala: mahkota dan grado.
·         Berbagai bentuk cincin.
·         Benda-benda untuk sarana upacara keagamaan, mata uang, lempengan prasasti, arca, keris, dan mangkuk.
III. Nilai-nilai Islam dalam Budaya Tersebut
Diantara budaya-budaya Islam yang dipamerkan disana ialah:
Miniatur Masjid Agung Demak yang merupakan masjid pertama di Jawa yang dibangun sebelum didirikannya Kerajaan Jawa. Peresmian masjid ini dilakukan oleh Sunan Kalijaga pada tahun 1479 M.  Masjid ini didirikan oleh Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak sekitar abad ke-15 Masehi. Masjid ini mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang disebut saka guru. Salah satu dari tiang utama tersebut konon berasal dari serpihan-serpihan kayu, sehingga dinamai saka tatal. Bangunan serambi merupakan bangunan terbuka. Sedangkan atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit. Atap limas masjid terdiri dari tiga bagian yang menggambarkan Iman, Islam, dan Ihsan.
 Selain itu juga terdapat miniatur Masjid Sunan Kudus (Menara Kudus) Masjid ini dibangun sekitar tahun 956 H/1549 M, pada masa Kesultanan Demak yang didirikan oleh Sunan Kudus. Keunikan masjid ini adalah bangunan menara yang terletak dibagian depan masjid. Bentuknya mengambil corak bangunan Hindu. Menara Kudus memiliki ketinggian sekitar 18 meter dengan bagian dasar berukuran 10 x 10 m. Di sekeliling bangunan dihias dengan piring-piring bergambar yang kesemuanya berjumlah 32 buah. Dua puluh buah di antaranya berwarna biru serta berlukiskan masjid, manusia dengan unta dan pohon kurma. Sementara itu, 12 buah lainnya berwarna merah putih berlukiskan kembang. Di dalam menara terdapat tangga yang terbuat dari kayu jati. Bangunan dan hiasannya jelas menunjukkan adanya hubungan dengan kesenian Hindu Jawa karena bangunan Menara Kudus itu terdiri dari 3 bagian yaitu kaki, badan, dan puncak bangunan.
Koleksi di ruang kesenian adalah kesenian wayang, yang ditampilkan dalam bentuk realita, evokatif, foto, peragaan dan proses pembuatannya. Selain itu ditampilkan pula kesenian tradisional yang masih berkembang di lingkungan masyarakat, seperti kuda lumping, barongan, nini thowok, serta perangkat kesenian tradisional masyarakat yang seperti: Wayang merupakan  koleksi yang dipamerkan meliputi wayang beber, wayang kidang kencanu, wayang kaper, wayang kandha, wayang Budha, wayang madya, wayang gedog, wayang duporo, wayang suluh, wayang kayu (golek) dan lain-lain, Seni Musik merupakan  koleksinya meliputi kuda lumping, evokatif barong, nini thowok, dan foto-foto seni pertunjukan seperti dolalak dari purworejo.
Wayang merupakan salah satu media yang digunakan oleh salah satu tokoh walisongo dalam menyebarkan ajaran agama islam. Dalam pertunjukan wayang, kehadiran Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong selalu dinanti-nanti para penonton. Keempatnya merupakan karakter khas dalam wayang Jawa (Punakawan). Pendekatan ajaran Islam dalam kesenian wayang juga tampak dari nama-nama tokoh punakawan. Barang kali tak banyak orang yang tahu kalau nama-nama tokoh pewayangan, seperti Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong sebenarnya berasal dari bahasa Arab.
Ada yang menyebutkan, Semar berasal dari kata Sammir yang artinya siap sedia. Namun, ada pula yang meyakini bahwa kata Semar berasal dari bahasa arab Ismar. Tokoh semar selalu tampil sebagai pengokoh (paku) terhadap semua kebenaran yang ada, ia selalu tampil sebagai penasihat. Sosok wayang kedua adalah Gareng. Nama Gareng berasal dari kata Khair yang bermakna kebaikan atau kebagusan. Wayang yang ketiga adalah Petruk. Petruk berasal dari kata Fatruk yang berarti meninggalkan. Ada yang berpendapat kata petruk diadaptasi dari kata Fatruk kata pangkal dari sebuah wejangan (petuah) tasawuf, "Fat-ruk kulla maa siwallaahi" (tinggalkan semua apapun yang selain Allah). Sedangkan Tokoh Bagong diyakini berasal dari kata Bagho yang artinya kejelekan. pendapat lain menyebutkan Bagong berasal dari kata Baghaa yang berarti berontak, yakni berontak terhadap kebatilan dan keangkaramurkaan.
IV. Kritik Budaya Jawa
Dalam melesetarikan budaya jawa setidaknya kita harus selalu mencermati nilai-nilai apa sajakan yang termuat atau terkandung dalam budaya tersebut. Karena di zaman modern saat ini, banyak kalangan sudah meninggalkannya terutama anak-anak muda sekarang, hal tersebut harus segera dibenahi agar kelak budaya yang telah turun-temurun dari dahulu akan hilang atau punah.
Karena di Indonesia sendiri sekarang suadah dimasuki budaya-budaya eropa atau budaya luar lainnya yang menggunakan konsep modernisasi. Maka dari itu kita sebagai orang yang masih peduli dan masih melestarikan budaya jawa tersebut, mengajak agar masyarakat Indonesia terutama jawa tidak meluapakan atau meningalkan budaya yang memang sudah dibawa dari nenek moyang. 
V.  Kesimpulan
Museum Ronggowarsito merupakan salah satu aset pelayanan publik yang menyimpan banyak koleksi budaya dan peninggalan-peninggalan sejarah. Museum Ronggowarsitoterdiri dari empat gedung yang menyimpan berbagai koleksi. diantara koleksi tersebut ada Masjid Agung Demak, Masjid Menara Kudus, gamelan, dan wayang. Koleksi tersebut memiliki interelasi antara budaya Jawa dan Islam.
VI. Dokumentasi Kunjungan











 #UINPeduliJawa

                    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar