Kamis, 19 Mei 2016

POTENSI PONDOK PESANTREN DAN UPAYA PENGEMBANGAN DAN PEMBINAANNYA

POTENSI PONDOK PESANTREN DAN UPAYA
PENGEMBANGAN DAN PEMBINAANNYA

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Manajemen Pendidikan Diniyah dan Pesantren
Dosen Pengampu : Dr. H. Fatah Syukur NC, M. Ag


Disusun Oleh :
Hadyan Luthfi Julianto           (1403036089)

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2016




I.                    PENDAHULUAN
Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan non formal yang tersebar di Indonesia. Dimana pondok pesantren lahir ditengah-tengah masyarakatdari bagaimana tipe metode seperti apa yang diterapkan dalam pembelajarannya.
 Setiap pondok pesantren memiliki ciri khas yang berbeda-beda tergantung   implikasi globalisasi dalam pendidikan yaitu adanya delegurasi yang membuka peluang lembaga pendidikan (termasuk perguruan tinggi asing) membuka lembaga pendidikanya di Indonesia. Oleh karena itu persaingan di pasar kerja akan semakin berat. Kata “mutu” telah menjadi orientsi produk pendidikan. oleh karena itu lembaga pendidikan yang tidak mengorientasikan pembelajaran pada pencapaian mutu, cepat atau lambat akan segera ditinggalkan oleh konsumenya. Sebaliknya, lembaga pendidikan yang menjadikan mutu sebagai orientasi dan standar kualitasnya akan dicari konsumen pendidikan.
Namun kini repurtasi pesantren tampaknya dipertanyakan oleh sebagian masyarakat muslim Indonesia. Mayoritas pesantren masa kini terkesan berada di menara gading, elitis, jauh dari realitas sosial. Maka dengan ini ada terdapat beberapa potensi pesantren dan upaya pengembangan dan pembinaannya, agar tetap terjaga dan berkembang mengikuti modernisasi zaman.
II.                RUMUSAN MASALAH
1.      Pengertian potensi pondok pesantren ?
2.      Apa Potensi-potensi yang dimiliki Pondok pesantren ?
3.      Bagaimana pengembangan pondok pesantren ?
4.      Bagaimana pembinaan pondok pesantren ?
III.              PEMBAHASAN
A.    Pengertian potensi Ponpes dan potensi-potensi pondok pesantren
 “Potensi” dalam kamus besar Bahasa Indonesia mempunyai arti yaitu kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan.[1] Sedangkan Pesantren atau Pondok adalah lembaga yang merupakan wujud proses perkembangan sistem pendidikan nasional. Dengan demikian, Potensi Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan sesuatu.[2]
B.     Potensi-potensi yang dimiliki Pondok pesantren
Potensi Pola kehidupan pondok pesantren sudah terdapat dalam istilah “panca jiwa” dimana di dalammya memuat “6 jiwa” yang harus diwujudkan dalam proses pendidikan dan pembinaan karakter santri. Ke enam jiwa tersebut adalah jiwa Keikhlsan, jiwa kesederhanaan, jiwa kemandirian, jiwa ukhuwah Islamiah, jiwa kebebasan, dan jiwa toleransi.
Jiwa keikhlasan. Jiwa ini tergambarkan dalam ungkapan “sepi ing pamrih”, yaitu perasaan smeata-mata untuk beribadah yang sama sekali tidak dimotivasi oleh keinginan memperoleh keuntungan-keuntungan tertentu. Jiwa ini tampak pada orang-orang yang tinggal di pondok pesantren, mulai dari kyai, jajaran ustadz, hingga para santri. Dari sinilah kemudian tercipta suasana harmonis antara kyai yang disegani dan santri yang menaati suasana yang mendorong oleh jiwa yang penuh cinta dan rasa hormat. Oleh karena belajar dianggap sebagai ibadah, maka menurut Wolfgang Karcher, ia menimbukan tiga akibat, yaitu: (1) berlama-lama di pesantren tidak pernah dianggap sebagai suatu masalah, (2) keberadaaan ijazah sebagai tanda tamat belajar tidak terlalu dipedulikan, dan (3) lahirnya budaya restu kyai yang terus bertahan hingga saat ini.
Jiwa kesederhanaan. Kehidupan di pondok pesantren diliputi suasana kesederhanaan yang bersahaja. Sederhana di sini bukan berarti pasif, melarat, nrimo, dan miskin, melainkan mengandung unsur kekuatan hati, ketabaha, dan pengendalian diri di dalam mengahadapi bebagai macam rintangan hidup sehingga diharapkan akan terbit jiwa yang besar, berani, begerak maju, dan pantang mundur dalam segala keadaan. Dengan kata lain di sinilah awal tumbuhnya kekuatan mental dan karakter yang menjadi syarat bagi suksesnya suatu pejuangan dalam segala bidang kehidupan.
Jiwa kemandirian. Berdikari, yang biasanya dijadikan akronim dari “ berdiri di atas kaki sendiri”, bukan hanya berarti bahwa seorang santri harus belajar mengurus keperluannya sendiri, melainkan telah menjadi semacam prinsip bahwa sendari awal pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan islam yang tidak pernah menyandarkan kelangsungan hidup dan perkembangannya ada bantuan dan belas kasihan kepada pihak lain.
Jiwa ukhuwah Islamiah. Suasana kehidupan di pondok pesantren selalu diliputi semangat persaudaraan yang sangat akrab sehingga susah dan senang tamapak dirasakan bersama tentunya, terdapat banyak nilai-nilai keagamaan yang telah akrab di dalamnya. Tidak ada lagi pembatas yang memisahkan mereka, sekalipun mereka sejatinya berbeda-beda dalam aliran politik, sosial, ekonomi, dan lain-lain baik selama berada di pondok pesantren maupun setelah pulang ke rumah masing-masing.
Jiwa kebebasan. Para santri diberi kebebasan untuk memilih jalan hidup kelak di tengah masyarakat. Mereka bebas menentukan masa depannya dengan berbekal jiwa yang besar dan optimism yang mereka dapatkan selama ditempa di pondok pesantren selama hal itu masih dianggap sejalan dengan nilai-nilai pendidikan yang mereka dapatkan di pondok peasntren.[3]
Jiwa Toleransi. semenjak reformasi digulirkan, diskursus pluralisme dan multikulturalisme di negeri ini terus berkembang pesat.Terkait dengan masalah tersebutsikap hidup toleran menjadi penting. Toleransi dipandang bisa menjadi perekat baru integrasi bangsa yang sekian lama tercabik cabik. Integrasi nasional yang selama ini dibangun berdasarkan politik kebudayaan lebih cenderung seragam dianggap tidak lagi relevan dengan kondisi dan semangat demokrasi global. Desentralisasi kekuasaan dalam bentuk otonomi daerah semenjak 1999 adalah jawaban bagi tuntutan demokrasi tersebut. Namun, desentralisasi sebagai keputusan politik nasional tern yata kemudian disadari tidak begitu produktif apabila dilihat dari kacamata integrasi nasional suatu bangsa besar yang isinya beraneka ragam suku bangsa, etnis, agama, dan status social.[4]
C.     Pengembangan pondok pesantren
Keberhasilan suatu pondok pesantren perlu didukung dengan manejemen yang baik Burhanuddin mengemukakan bahwa: manajemen memiliki kedudukan strategis dalam memberikan dukungan penyelenggaraan pendidikan, terutama dalam program peningkatan mutu pendidikan di sekolah (pondok). Manajemen bekerja daam proses pendayagunaan segenap sumber daya yang tersedia di sekolah (pondok) seoptimal mungkin demi terselenggaranya program-program pendidikan secara efektif dan efisien.
Dan ada beberapa aspek pengembangan yang perlu diketahui dalam pengembangan pondok pesantren, yaitu Pengembangan SDM pondok pesantren, pengembangan Manajemen pondok pesantren, pengembangan teknologi komunikasi pondok pesantren, pengembangan ekonomi pondok pesantren.
a.       Pengembangan SDM pondok pesantren
            Dalam hal ini pondok pesantren sebagai agen pengembangan masyarakat, sangat diharapkan mempersiapkan sejumlah konsep pengembangan SDM, baik untuk peningakatan kualitas pondok pesantren itu maupun untuk peningkatan kualitas pondok pesantren kehidupan masyarakat.[5]
b.      Pengembangan Manajemen pondok pesantren
            Total Quality Management (TQM), atau manajemen mutu menyeluruh, suatu konsep manajemen yang dikembangkan sejak lima puluh tahun lalu yang diambil dari berbagai praktik manajemen, usaha peningkatan produktivitas, peningkatan kualitas barang dan pelayanan. Sistem manajemen pesantren memandangnya bahwa proses pendidikan santri adalah suatu peningkatan terus menerus, yang dimulai siklus adanya ide-ide untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas, pengembangan kurikulum, proses pembelajaran, dan ikut bertanggung jawab untuk memuaskan pengguna lulusan pondok pesantren tersebut.[6]
c.       Pengembangan teknologi komunikasi pondok pesantren
            Penerapan teknologi komunikasi dalam pengembangan pesantren agaknya dapat diidentifikasikan dengan penerapan teknologi komunikasi pendidikan, meski dalam berbagai aspek mempunyai perbedaan. Dalam menjalankan fungsi pengajaran, pengembangan dan penyebaran ilmu agama Islam, pesantren mempunyai unsur-unsur pokok: pondok, masjid, pengajaran, santri, dan kiai. Seluruh unsur tersebut berada dalam lingkunag sistem sosial yang menimbulkan tindakan manusia yang berwujud personal idividu, interaksi antar individu, kelompok, sistem sosial, dan budaya. Teknologi komunikasi, baik yang berkarakteristik audio visual, audio, ataupun grafis, sebenarnya dapat juga dimanfaatkan untuk sektor pembelajaran di pesantren.[7]
d.      Pengembangan ekonomi pondok pesantren
            Peran pesantren mempunyai nilai yang cukup strategis dan signifikan dalam memberikan sumbangsih dan perannya bagi peningakatan keswadayaan, kemandirian, dan partisipasi masyrakat. Dalam konteks pengembangan ekonomi umat, pesantren di samping berperan sebagai agent of social change, sekaligus sebagai pelopor kebangkitan ekonomi umat. Hal ini, terlihat setidaknya bagi komunitas pesantren dan masyrakat sekitarnya, dengan di bentuknya Kelompok Wirausaha Bersama (KWUB) antar pesantren maupun masyarakat, dan Forum Komunikasi Pengembangan Ekonomi Kerakyatan (FKPEK), meski diakui keberadaan lembaga ini masih dalam tahap permulaan.[8]
D.    Pembinaan pondok pesantren
Pembinaan santri adalah usaha untuk mempertahankan, melestarikan dan menyempurnakan manusia dalam hal ini adalah santri untuk menjadi sosok yang memiliki akhlaq-aqidah yang lurus. Dalam memberikan pembinaan tentang akhlaq ada tiga hal yang harus diberikan pendidik kepada peserta didik agar dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran islam menyeluruh. ketiga hal tersebut ialah pendidikan aqidah, pendidikan ibadah, pendidikan akhlaq.[9]
Berkenaan dengan bagaimana membina kemampuan mengelola serta merencanakan seluruh aktivitas kegiatan pondok pesantren maka perencanaan mengandung pokok-pokok sebagai berikut:
1.      Perencanaan selalu berorientasi masa depan, maksudnya perencanaan berusaha memprediksi bentuk dan sifat masa depan santri yang diinginkan berdasarkan situasi kondisi masalalu dan masa sekarang.
2.      Perencanaan merupakan sesuatu yang disengaja dilahirkan, dan bukan kebetulan, dan sebagai hasil pemikiran yang matang dan cerdas, yang bersumber dari hasil eksplorasi terhadap penyelenggaraan pendidikan.
3.      Perencanaan memerlukan tidakan dari orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan ketrampilan, baik secara individu maupun kelompok.
4.      Perencanaan harus bermakna, dalam arti bahwa usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan diselenggarakanya pendidikan ketrampilan semakin efektif dan efisien
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: bahwa keberhasilan suatu kegiatan ditentukan baik buruknya perencanaan, perencanaan harus dapat memandang atau meramalakan kegiatan-kegiatan dimasa yang akan datang secara obyektif, perencanaan harus diarahkan kepada tercapainya suatu tujuan sehingga bila terjadi kegagalan dalam pelaksanaan kemungkinan besar penyebabnya adalah kurang sempurnanya perencanaan, perencanaan harus memikirkan: anggaran, kebijakan, prosedur, metode, dan kriteria-kriteria untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[10]
Kita menyadari bahwa segala transformasi membutuhkan beberapa komponen kompleks yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan pesantren tersebut. Komponen-komponen itu berupa “POSDCORB” yaitu planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, dan budgeting.
1.      Aspek planning (perencanaan). Pada kenyataannya, pondok pesantren belum memiliki rencana jelas dalam melaksanakan kebijakan pendidikan dan pengajaran. Sehingga perlu dibuat pola-pola perencanaan seragam yang prinsipil dan tidak mengurangi nilai-nilai dari kepemimpinan pondok pesantren.
2.      Aspek organizing (organisasi). Pondok pesantren yang ada tidak memiliki keseragaman struktur organisasi dan administrasi, serta tidak mempunyai kesepakatan struktur kurikulumnya, sehingga perlu adanya semacam petunjuk berupa pola struktur dan administrasi dasar.
3.      Aspek Staffing. Pelaksanaan pendidikan pondok pesantren yang terdiri dari kiai, guru, dan pengurus. Guru dan pengurus perlu diberikan penataran, kursus-kursus, dan pengaderan. Hal tersebut diberikan karena staf termasuk dalam pembinaan personal.
4.      Aspek coordinating. Koordinasi bukanlah peleburan organisasi tapi berbentuk kerjasama yang baik antar pesantren. Koordinasi dapat dilakukan dengan membentuk Majelis Pembinaan Pondok Pesantren (MPPP) yang terdiri dari para kiai dan para sarjana yang bertanggung jawab langsung pada pemerintah.
5.      Aspek reporting (pembuatan laporan) dalam akhir tahun perlu diadakan laporan khusus pada majelis atau pengurus yayasan pengelola, yang berguna sebagai laporan objektif, juga merupakan evaluasi tentang pelaksanaan dan kehidupan di pesantren.
6.      Aspek budgeting (belanja negara). Karena pesantren bersifat swasta, pembiayaannya bersumber dari perwakafan, hibah, donator-donatur iuran, baik tetap maupun tidak. Seorang kiai dituntut untuk mempunyai charisma yang tinggi agar mendapatkan kepercayaan dari puhak luar.[11]
IV.             ANALISIS
Meninjau kembali tentang bagaimana pentignya pendidikan bagi kehidupan manusia, pemahaman akan adanya pondok pesantren memiliki peran dan kntribusi yang besar dalam pendidikan. Kita ketahui sebagai lembaga, pesantren dimaksudkan untuk mempertahankan nilai-nilai keislaman dengan titik berat pada pendidikan yang islami. Oleh sebab itu dalam lingkup pesantren itu sendiri perlu adanya pembinaan dan pengelolaan yang meliputi, pembinaan dan pengelolaan potensi, administrasi, kurikulum sampai pada perencanaanya. Agar nantinya mampu mencetak jebolan-jebolan pondok pesantren yang tidak hanya cakap dalam satu bidang saja (agama), melainkan berbagai bidang yang membawa daya guna bagi dirinya serta masyarakat luas.
Pesantren bukan lagi dipandang sebagai lembaga yang tertinggal, melainkan lembaga yang mempunyai daya saing yang besar dengan lembaga-lembaga pendidikan yang lain. Yang selalu melakukan pembenahan dan pengembangan dari segala bidang.
Kiprah pesantren dalam berbagai hal sangat amat dirasakan oleh masyarakat. Salah satu yang menjadi contoh utama adalah, pembentukan dan terbentuknya kader-kader ulama dan pengembang ke ilmuan islam.
            Dalam lembaga pendidikan islam (pesantren) yang bermutu akan melibatkan berbagai input dan out put. Maka dari itu diterapkan pula kurikulum TQM untuk menjamin pesantren yang lebih maju demi kualitas peserta didik atau santri yang berada dalam pesantren tersebut.
V.                 KESIMPULAN
Potensi Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan sesuatu. Potensi Pola kehidupan pondok pesantren sudah terdapat dalam istilah “panca jiwa” dimana di dalammya memuat “6 jiwa” yang harus diwujudkan dalam proses pendidikan dan pembinaan karakter santri. Ke enam jiwa tersebut adalah jiwa Keikhlsan, jiwa kesederhanaan, jiwa kemandirian, jiwa ukhuwah Islamiah, jiwa kebebasan, dan jiwa toleransi.
Keberhasilan suatu pondok pesantren perlu didukung dengan manejemen yang baik, pengembangan yang perlu diketahui dalam pengembangan pondok pesantren, yaitu Pengembangan SDM pondok pesantren, pengembangan Manajemen pondok pesantren, pengembangan teknologi komunikasi pondok pesantren, pengembangan ekonomi pondok pesantren.
Pembinaan santri adalah usaha untuk mempertahankan, melestarikan dan menyempurnakan manusia dalam hal ini adalah santri untuk menjadi sosok yang memiliki akhlaq-aqidah yang lurus. Berkenaan dengan bagaimana membina kemampuan mengelola serta merencanakan seluruh aktivitas kegiatan pondok pesantren maka perencanaan mengandung pokok-pokok sebagai berikut:
1.   Perencanaan selalu berorientasi masa depan
2.   Perencanaan merupakan sesuatu yang disengaja dilahirkan
3.   Perencanaan memerlukan tidakan dari orang-orang yang terlibat
4.   Perencanaan harus bermakna
Kita menyadari bahwa segala transformasi membutuhkan beberapa komponen kompleks yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan pesantren tersebut. Komponen-komponen itu berupa “POSDCORB” yaitu planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, dan budgeting.
VI.              PENUTUP
Demikian makalah manajemen diniyah dan pesantren yang berjudul potensi pondok pesantren dan upaya pengembangannya kami buat, semoga dapat memberikan manfaat kepada kita semua, dan dapat memberikan suatu pemahaman kepada pemakalah secara khususnya.
Sekian dari kami apabila ada kesalahan atau kekurangan dalam penulisan makalah ini atau dalam pemahamannya, dimohon kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan agar dapat membuat makalah selanjutnya dengan baik. Mohon maaf yang sebesar-besarnya dan atas perhatian pembaca kami mengucapkan terima kasih.



[1] http://kbbi.web.id/potensi (di akses pada hari kamis, 7 April 2016)
[2] Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini, Implementasi manajemen peningkatan mutu pendidikan islam,( Yogyakarta: Penerbit Teras, 2012), hlm. 235
[3] Abd. Halim Soebahar, Kebijakan Pendidikan Islam: Dari Ordonasi Guru sampai UU Sisdiknas, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013) hlm. 42-43
[4] http://eprints.uinsby.ac.id/121/1/Executive%20Summar%20ali%20maksum.pdf (di akses pada hari Jum’at, 8 April 2016)
[5] A. Halim dkk, Manajemen Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), hlm. 3
[6] A. Halim dkk, Manajemen Pesantren, hlm. 85-89
[7] A. Halim dkk, Manajemen Pesantren, hlm. 159-162
[8] A. Halim dkk, Manajemen Pesantren, hlm. 207-208
[9] Ahmad Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1992), hlm. 20 
[10] Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini, Implementasi manajemen peningkatan mutu pendidikan islam, hlm. 254-256
[11] Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini, Implementasi manajemen peningkatan mutu pendidikan islam, hlm. 346-348

1 komentar: