I.
PENDAHULUAN
Al-Hadits
merupakan sumber hukum islam kedua setelah Al-Qur’an, karena ia mempunyai
peranan penting, terutama sebagai hujjah dalam menetapkan hukum. Oleh
karena itu validasi sebuah hadits harus menjadi perhatian. Hadits mempunyai
tiga unsur penting yakni, sanad, matan dan perawi. Sebuah hadits
belum dapat ditentukan apakah boleh diterima (maqbul) secara baik atau
ditolak (mardud) sebelum keadaan sanadnya, apakah mereka muttashil ataukah
munqathi’. Sanad berperan menentukan nilai hadits, karena sanad adalah
matarantai para perawi yang mengantarkan sebuah matan. Sedangkan matan merupakan
lafadh yang menunjuk pada isi sebuah hadits. Dari segi periwayatannya,
posisi dan kondisi para perawi yang berderet dalam sanad sangat menentukan
status sebuah hadits, apakah ia shahih, dla’if, atau lainnya. Dengan
demikian ke-a’dalah-an, ke-tsiqoh-an dan ke-dlabith-an
setiap perawi sangat menentukn status hadits.
Diantara kita terkadang memperoleh
atau menerima teks, baik dalam majalah maupun buku-buku agama bahkan dalam
sebagian kitab karya Ulama’ Klasik, yang dinyatakan sebagi hadits tetapi tidak
disertakan sanadnya bahkan tidak pula perawinya. Maka untuk memastikan apakah
teks-teks tersebut benar merupakan hadits atau tidak, atau jika memang hadits
maka perlu diketahui statusnya secara pasti, siapa perawinya dan siapa-siapa
sanadnya. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka teks tersebut harus
diteliti atau dilacak, darimana teks tersebut diambil (menunjuk pada kitab
sumbernya sekaligus siapa perawinya), dan bagaimana keadaan para perawi dalam
sanad setelah ditemukan sanadnya. Hasilnya akan diketahui sumber teks (kitab
dan penulis atau perawi), maupun sanadnya jika teks pun diketahui apakah sahih
atau tidak. Pelacakan seperti itulah namanya penelitian hadits (takhrij
al-hadits).
II. RUMUSAN MASALAH
b. Apakah manfaat & tujuan men-Takhrij Hadis ?
c.
Apa saja kitab-kitab yang dibutuhkan dalam men-Takhrij ?
d.
Apa saja metode-metode dalam men-Takhrij
?
e.
Apakah contoh kitab-kitab Takhrij ?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Takhrij hadis
Takhrij hadis adalah merupakan bagian dari kegiatan
penelitian hadis. Sebelum mengenal pengertian takhrij, ada baiknya juga
dikenal terlebih dahulu dua kata lain yang mempunyai kata dasar yang sama dari
kata kharaja, yaitu ikhraj dan istikhraj, yang
penggunaannya sedikit berbeda antar yang satu dengan yang lainnya.
Kata ikhraj dalam
terminologi ilmu hadis berarti yaitu, periwayatan hadis dengan menyebutkan
sanad-nya mulai dari mukharij-nya dengan perawiannya sampai
kepada Rasul SAW. Jika hadis tersebut Marfu’, atau sampai kepada sahabat
jika hadis tersebut mawquf, atau sampai kepada tabi’in jika hadis
tersebut maqthu’.
Suatu hadis yang sebelumnya tidak diketahui keadaannya sehingga seolah-olah
dianggap tidak ada, maka dengan ikhraj, yaitu penyebutan sanad-nya
secara bersambung sampai kepada yang mengucapkannya, hadis tersebut akan
menjadi jelas eksistensinya dan akan diketahui kualitasnya sehingga dapat
diamalkan.
Istikhraj dalam istilah ilmu hadis adalah bahwa seorang hafiz (ahli hadis) menentukan
(memilih) suatu kitab kumpulan hadis karya orang lain yang telah disusun
lengkap dengan sanad-nya, lalu dia mentakhrij hadis-hadisnya dengan
sanad-nya sendiri tanpa mengikuti jalur sanad penyusun kitab tersebut. (Akan
tetapi) jalur sanad-nya itu bertemu dengan sanad penulis buku tersebut pada
gurunya atau guru sebagai penerima hadis pertama, dengan syarat bahwa hadis
tersebut tidak datang dari sahabat lain, tetapi mestilah dari sahabat yang
sama.
Sebagai contoh, seorang bermaksud melakukan istikhraj terhadap kitab
Shahihal-Bukhari. Hadis pertama di dalam kitab tersebut adalah
hadis tentang niat, yaitu:
إِ نَّمَا اْ لاَ عْمَا لُلنِّيَا تِ ........
Hadis niat tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dari gurunya Al-Humadi, dari
Syufan ibn Uyainah, dari Yahya ibn Said al-Anshari, dari Ibrahim al-Taimi, dari
Al-Qamah ibn Waqqash al-Laitisi, dari ‘Umar ibn al-khathab. Seorang mustakhrij
(yang melakukan istikhraj) akan menyandarkan hadis tersebut dengan
sanad-nya sendiri kepada al-Humadi,guru Bukhari, atau jika dia akan
meriwayatkan hadis hadis tersebut dengan menyadarkan kepada Yahya ibn
al-Mubarak atau ‘Abd al-Rahman ibn Mahdi atau para perawi selain mereka yang
meriwayatkan hadis tersebut dari Yahya ibn Sa’id al-Anshar, yang jumlahnya
menurut sebagian ulama hadis mencapai 700 orang.
Secara terminology, takhrij berarti,
mengembalikan (menelusuri kembali ke asalnya) hadis-hadis yang terdapat di
dalam berbagai kitab yang tidak memakai sanad kepada kitab-kitab musnad (kitab
sandaran), baik disertai dengan pembicaraan tentang status hadis-hadis tersebut
dari segi shahih atau dha’if, ditolak atau diterima, dan penjelasan
tentang kemungkinan illat yang ada padanya, atau hanya sekedar mengembalikannya
kepada kitab-kitab asal (sumber)-nya.
B. Tujuan dan Manfaat Takhrij Hadis
Peguasaan tentang ilmu takhrij penting, bahkan merupakan suatu
kemestian bagi setiap ilmuan yang berkecimpung di bidang ilmu-ilmu kesyariahan,
khususnya yang menekuni bidang hadis dan ilmu hadis. Dengan mempelajari
kaidah-kaidah dan metode takhrij, seseorang akan dapat mengertahui
bagaimana cara untuk sampai kepada suatu hadis di dalam mengetahui bagaimana
cara untuk sampai kepada suatu hadis di dalam sumber-sumbernya yang asli yang
pertama kali disusun oleh para ulama mengkodifikasi hadis. Dengan mengetahui
hadis di dalam buku-buku sumbernya yang asli, sekaligus akan mengetahui
sanad-sanad-nya akan memudahkan untuk melakukan penelitian sanad dalam rangka
untuk mengetahui status dan kualitasnya. Kebutuhan ini akan sangat dirasakan
ketika menyadari bahwa sebagian para penyusun kitab-kitab dalam bidang fikih,
tafsir dan, sejarah yang memuat Hadis-Hadis Nabi SAW.
Selanjutnya, mengenai tujuan dan manfaat takhrij al-hadits ini, ‘Abd
al-Mahdi, yang menjadi tujuan dari takhrij adalah menunjukan sumber
haadis dan menerangkan ditolak atau diterimanya hadis tersebut. Dengan
demikian, ada dua hal yang menjadi tujuan dari takhrij, yaitu:
·
Untuk
mengetahui sumber dari suatu hadis, dan
·
Mengetahui
kualitas dari suatu hadis, apakah dapat diterima (shahih atau hasan)
atau ditolak (dha’if).
Menurut Abd
al-Mahdi manfaat takhrij banyak sekali diantaranya adalah:
1.
Memperkenalkan
sumber-sumber hadis, kitab-kitab asal dari suatu hadis beserta ulama yang
meriwayatkannya.
2.
Menambah
perbedaharaan sanad hadis melalui kitab-kitab yang di tunjukannya.
3.
Memperjelas
keadaan sanad, sehingga dapat diketahui apakah munaqthi atau lainnya.
4.
Memperjelas
hukum hadis dengan banyaknya riwayatnya, seperti hadis dha’if melalui suatu riwayat, maka dengan takhrij
kemungkinan akan didapati riwayat lain yang dapat mengangkat status hadis
tersebut kepada derajat yang lebih tinggi.
5.
Mengetahui
pendapat-pendapat para ulama sekitar hukum hadits.
6.
Memperjelas
perawi hadits yang samar karena dengan adanya takhrij, dapat diketahui
nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
7.
Memperjelas
perawi hadis yang tidak diketahui namanya melalui perbandingan di antara
sanad-sanad
8.
Dapat menafikan
pemakaian “an” dalam periwayatan hadis oleh seorang perawi mudallis. Dengan
didapatinya sanad yang lain yang memakai kata yang jelas kebersambungan sanad-nya,
maka periwayatannya yang memakai “an” tadi akan tampak pula kebersambungan
sanad-nya.
9.
Dapat
menghilangkan kemungkinan, terjadinya pencampuran riwayat.
10.
Dapat
membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini karena mungkin saja ada
perawi-perawi yang mempunyai kesamaan gelar. Dengan adanya sanad yang lain,
maka nama perawi itu akan menjadi jelas.
C. Kitab-kitab yang Diperlukan dalam Men-takhrij
Dalam melakukan kegiatan takhrij, seseorang memerlukan kitab-kitab
tertentu dapat dijadikan pegangan atau pedoman sehingga dapat melakukan
kegiatan takhrij secara mudah dan mencapai sasaran yang dituju. Di
antara kitab-kitab yang dapat dijadikan pedoman dalam men-takhrij adalah
Ushul al-Tahkrij wa Dirasat al-Asanid oleh Muhammad al-Thahan, Hushul
al-Tafrij bi Ushul al-Takhrij oleh Ahmad ibn Muhammad al-Shiddiq
al-Gharami, Thuruq takhrij Hadits Rasulullah SAW.
Selain kitab-kitab diatas, didalam men-takhrij, diperlukan juga
bantuan dari kitab-kitab kamus atau mu’jam hadis dan mu’jampara
perawi hadis, yang diantaranya seperti berikut ini.
1.
Al-Mu’jamal-Mufahrasli
Alfazh al-Hadits al-Nabawi oleh A.J Wensick, seorang
orientalitas dan guru besar bahasa Arab pada Universitas Laiden, dan kemudian
bergabung dengannya Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi.
2.
Miftah kunuz
al-Sunnah, juga oleh A.J Wesinck, yang memerlukan waktu
selama 10 tahun untuk menyusun kitab tersebut. Kitab ini diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab oleh Muhammad fu’ad ‘Abd al-Baqi.
Sedangkan kitab yang memuat biografi para perawi hadis, di antaranya adalah
sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Thahhan berikut ini.
1.
Kitab-kitab
yang memuat biografi sahabat:
a.
Al- Isti ab
Ma’ rifat al-Ashhab, oleh ibnu ‘Abd al- Andalusia
(w. 463/1071 M).
b.
Ushud
al-Ghabah fi Ma’rifat al-Shahabah, oleh Iz
al-Din Abi al-Hasan Ali ibn Muhammad ibn al-Atsir al-Jazari (w. 630H/1232 M).
c.
Al- Ishabah
ffi Tamyiz al-Shahabah, oleh al-Hafizh ibn Hajar
al-Asqalani (w. 852 H/ 1449 M).
2.
Kitab-kitab thabaqat,
yaitu kitab-kitab yang membahas biografi para perawi hadis bedasarkan
tingkatan para perawi (thabaqat al-ruwat):
a.
Al-Thabaqat al-kubra, oleh
Abd Allah Muhammad ibn Sa’ad Katib al-Waqidi (w. 230 H).
b.
Tadzikirat al-Huffazh, karangan
Abu ‘Abd Allah Muhammad ibn Ahmad ibn utsman al- Dzahabi (w. 748 H/ 1348 M)
3.
Kitab-kitab
yang memuat para perawi hadis secara umum:
a.
Al-Tharikh
al-kabir, oleh Imam al-Bukhari (w. 256 H/ 870 M).
b.
Al-Jarh wa
al-Ta’dil, karya Ibn Abi Hatim (w. 327 H).
4.
Kitab-kitab
yang memuat para perawi hadis dari kitab-kitab hadis tertentu:
a. Al-Hidayah wa al-Irsyad fi Ma’rifat Ahl
al-Tsiqat wa al-Sadad, oleh Abu nashr Ahmad ibn
Muhammad al-Kalabadzi (w.398 H). Kitab ini khusus memuat para perawi dari kitab
Shahih al-Bukhari.
b. Rijal Shahih Muslim, olah Abu Bakar Ahmad Ibn Ali al- Ashfahani (w. 438 H).
c. Al-Jam’ bayn Rijal al-Muawaththa’, tulisan Muhammad Ibn Yahya al-Hidzdza’ al-Tamimi (w. 416 H).
e. Nashbu al-Rayah li
Ahadits al-hidayah karya
al-Imam al-Hafizh Jamaluddin Abu Muhammad Abdillah bin Yusuf al’-Zaila’I
al-hanfi (w. 762 H)
f. Al-Mughni an Haml
at-Asfar fi Takhrij Ma fi al-Ilhya’ min al-Akhbar karya al-Hafizh al-Kabir al-Imam Abdurrahim bin
at-Husain al-Iraqi (w. 806 H), guru al-Hafizh Ibnu hajar. Ia adalah orang nomor
satu dalam bidang ilmu hadis pada waktu itu.[2]
D. Cara Pelaksanaan dan Metode Takhrij
Di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan
sebagai pedoman, yaitu sebagai berikut.
1. Takhrij melalui lafaz pertama matan hadis
Metode ini sangat tergantung kepada lafaz pertama hadis. Hadis-hadis dengan
metode ini dikondifikasi berdasarkan lafaz pertamanya menurut urutan
huruf-huruf hijaiyah, seperti hadis-hadis yang huruf pertama dari lafaz
pertamanya alif, ba’, ta’, dan seterusnya. Seorang Mukharrij yang
menggunakan metode ini haruslah terlebih dahulu mengetahui secara pasti lafal
pertama dari hadis yang akan di-takhrij-nya, setelah itu barulah dia
melihat huruf pertamanya pada kitab-kitab takhrij yang disusun
berdasarkan metode ini, dan huruf kedua, ketiga, dan seterusnya.
Umpamanya, apabila akan
men-takhrij hadis yang berbunyi:
مَنْ غَشَّناَ فَليْسَ مِنَّا
Maka langkah yang akan ditempuh dalam penerapan metode ini adalah
menentukan urutan huruf-huruf yang terdapat pada lafadz pertamanya, begitu pula
lafadz-lafadz selanjutnya.
Ø
Lafadz
pertama dari hadis diatas dimulai dengan huruf mim, maka dibuka kitab-kitab
hadis yang disusun berdasarkan metode ini pada mim.
Ø
Kemudian
mencari huruf kedua setelah mim, yaitu nun.
Ø
Berikutnya,
mencari huruf-huruf selanjutnya, yaitu ghoin, syin, dan nun. Demikianlah
seterusnya, mencari huruf-huruf hijaiyah pada lafadz-lafadz hadis tersebut.
Diantara kitab-kitab yang
mengunakan metode ini adalah sebagai berikut:
a.
Al-Jami’al Shaghir min Hadits al-Basyrin al-Nadzir, karangan imam Al Suyuthi
b.
Al-Fath al-Kabir fi Dhamm al-Ziyadat ila, al Jami’ al-Shaghir, juga karangan imam Al Suyuthi.
2. Takhrij
melalui kata-kata dalam matan hadis
Metode ini adalah berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan
hadis, baik berupa isim (nama benda) atau fi’il (kata kerja).
Hadis-hadis yang dicantumkan adalah potongan atau bagian dari hadis, dan para
ulama’ yang meriwayatkannya beserta nama kitab-kitab induk hadis yang dikarang
mereka, dicantumkan dibawah potongan hadis-hadis tersebut.
Umpamanya, pencarian hadis sebagai berikut:
أِنَّ النَّبِيَ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ نَهَى عَنْ طَعَامِ الْمُتَبَارِيَنِ اَنْ
يَأْكُلَ
Dalam pencarian hadis diatas pada
dasarnya dapat ditelusuri melalui kata-kata naha,
tha’am, ya’kul atau mutabariyani.
Kitab yang terkenal dengan metode ini adalah Mu’jam al-Mufahras Li Alfadz al Hadits al- Nabawi oleh A.J.
Wensinck dan Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi.
3. Takhrij
melalui perawi hadis pertama
Metode ini
berlandaskan pada pertama suatu hadis, baik perawinya dari kalangan sahabat,
bila sanadnya muttasil sampai Nabi Saw., atau dari kalangan tabi’in, apabila
hadis tersebut mursal. Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini
mencantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh perawi pertama dari setiap
hadis yang hendak ditakhrij dan setelah itu, barulah mencari nama perawi
pertama dalam kitab-kitab itu dan selanjutnya, mencaci hadis yang dimaksud
diantara hadis-hadis yang tertera dibawah nama perawi pertama tersebut.
Kitab-kitab
yang disusun dengan metode ini misalnya adalah kitab Al-Athraf (kitab yang
menghimpun hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap sahabat) dan kitab-kitab Musnad (kitab yang disusun berdasarkan
perawi teratas, yaitu sahabat, dan memuat hadis-hadis setiap sahabat).
4. Takhrij
melalui tema hadis
Metode ini
berdasarkan pada tema dari suatu hadis. Oleh karena itu, untuk melakukan
takhrij dengan metode ini, perlu disimpulkan tema dari suatu hadis yang akan di
takhrij dan kemudian baru mencarinya melalui tema itu pada kitab-kitab yang
disusun dengan metode ini.
Kitab-kitab
yang disusun dengan metode ini diantaranya adalah: Kanz al-Ummal fi Sunan al- Aqwal wa al-Af’al karangan Al-Mutaqqi
al-Hindi, Miftah Kunuz al-Sunnah oleh
Wensinck dan Al Dariyah fi Takhrij al-
Hidayah oleh Ibnu Hajar.
5. Takhrij
melaui klasifikasi (status) hadis
Metode ini
memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para ulama hadis dalam
menyusun hadis-hadis, yaitu penghimunan hadis berdasarkan statusnya.
Karya-karya tersebut sangat membantu sekali dalam proses pencarian hadis,
seperti hadis-hadis qudsi, masyhur, mursal
dan lainnya.
Kitab-kitab yang disusun dengan metode ini diantaranya
adalah: Al-Azhar al Mutanatsirah fi al-
Akbar al-Mutawatirah karangan Al- Suyuthi, Al- Ittihafat al-Saniyyat fi al-hadits al-Qudsiyyah oleh al-Madani
dan Al-Marasil
oleh Abu Daud.[3]
E. Contoh kitab-kitab takhrij adalah sebagai berikut :
a.
Takhrij Ahadits al-Kasysyaf yang disusun oleh Jamaluddin
al-Hanafy. Kitab ini menerangkan derajat hadits-hadits yang terdapat dalam
kitab Tafsir al-Kasysyaf.
b.
Kitab Takhrij
yang disusun oleh Abd ar-Rahman al-Manawy yang menerangkan derajat
hadits-hadits yang bterdapat dalam Tafsir al-Baidhawi.
c.
Ath-Thuruq wa al-Wasa’il, kitab yang menerangkan
keadaan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Khulashah ad-Dala’il,
sebuah kitab Hanafy. Kitab takhrij ini disusun oleh Ahmad ibn Utsman at-
Turkumany.
d.
Kitab
takhrij yang disusun oleh Az-Zaila’y yang menerangkan derajat-derajat hadis
yang terdapat dalam kitab Al-Hidayah.
e.
Kitab yang
menerangkan derajat-derajat hadits yang terdapat dalam Syarah al-Wajiz, yang
disusun oleh Ibnu Mulaqqin dan diringkaskan oleh Ibnu Hajar al-Asqalany dengan
nama Talkhish al-Khabir.
f.
Takhrij Al-Hadits Al-Minhaj, yang disusun
oleh Ibnu Mulaqqin, yang menerangkan derajat-derajat hadits dalam kitab Minhajuth Tholibin.
g.
Al-Mughni ‘an Haml al-Asfar,yang disusun
oleh Al-Hafidz Al-Iraqy, yang menerangkan derajat hadis dalam kitab ihya’ Uumuddin.[4]
IV. KESIMPULAN
Takhrij hadis adalah merupakan bagian dari kegiatan
penelitian hadis. Secara terminology, takhrij
berarti, mengembalikan (menelusuri kembali ke asalnya) hadis-hadis yang
terdapat di dalam berbagai kitab yang tidak memakai sanad kepada kitab-kitab
musnad (kitab sandaran), baik disertai dengan pembicaraan tentang status
hadis-hadis tersebut dari segi shahih atau dha’if, ditolak atau
diterima, dan penjelasan tentang kemungkinan illat yang ada padanya, atau hanya
sekedar mengembalikannya kepada kitab-kitab asal (sumber)-nya.
Tujuan dari takhrij, yaitu:
·
Untuk
mengetahui sumber dari suatu hadis, dan
·
Mengetahui
kualitas dari suatu hadis, apakah dapat diterima (shahih atau hasan)
atau ditolak (dha’if).
Manfaat takhrij banyak sekali’
diantaranya adalah:
Ø
Memperkenalkan
sumber-sumber hadis, kitab-kitab asal dari suatu hadis beserta ulama yang
meriwayatkannya.
Ø
Menambah
perbedaharaan sanad hadis melalui kitab-kitab yang di tunjukannya.
Ø
Memperjelas
keadaan sanad, sehingga dapat diketahui apakah munaqthi atau lainnya.
Ø
Memperjelas
hukum hadis dengan banyaknya riwayatnya, seperti hadis dha’if melalui suatu riwayat, maka dengan takhrij
kemungkinan akan didapati riwayatt lain yang dapat mengangkat status hadis
tersebut kepada derajat yang lebih tinggi.
Ø
Mengetahui
pendapat-pendapat para ulama sekitar hukum hadits.
Ø
Memperjelas
perawi hadits yang samar karena dengan adanya takhrij, dapat diketahui
nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
Ø
Memperjelas
perawi hadis yang tidak diketahui namanya melalui perbandingan di antara
sanad-sanad
Ø
Dapat
menfikan pemakaina “an” dalam periwayatan hadis oleh seorang perawi mudallis.
Ø
Dapat
menghilangkan kemungkinan, terjadinya pencampuran riwayat.
Ø
Dapat
membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini karena mungkin saja ada
perawi-perawi yang mempunyai kesamaan gelar. Dengan adanya sanad yang lain,
maka nama perawi itu akan menjadi jelas.
Di antara
kitab-kitab yang dapat dijadikan pedoman dalam men-takhrij adalah:
Ushul
al-Tahkrij wa Dirasat al-Asanid oleh
Muhammad al-Thahan, Hushul al-Tafrij bi Ushul al-Takhrij oleh Ahmad ibn
Muhammad al-Shiddiq al-Gharami, Thuruq takhrij Hadits Rasulullah SAW,Al-Mu’jamal-Mufahrasli
Alfazh al-Hadits al-Nabawi oleh A.J Wensick,Miftah kunuz al-Sunnah,
juga oleh A.J Wesinck.
Metode yang dapat dijadikan
sebagai pedoman takhrij, yaitu
sebagai berikut.
ü
Takhrij melalui lafaz pertama matan hadis
ü
Takhrij
melalui kata-kata dalam matan hadis
ü
Takhrij
melalui perawi hadis pertama
ü
Takhrij
melalui tema hadis
ü
Takhrij
melaui klasifikasi (status) hadis
Contoh kitab-kitab takhrij adalah sebagai berikut :
a.
Kitab
takhrij yang disusun oleh Az-Zaila’y yang menerangkan derajat-derajat hadis
yang terdapat dalam kitab Al-Hidayah.
b.
Takhrij Al-Hadits Al-Minhaj, yang disusun
oleh Ibnu Mulaqqin, yang menerangkan derajat-derajat hadits dalam kitab Minhajuth Tholibin.
c.
Al-Mughni ‘an Haml al-Asfar, yang disusun
oleh Al-Hafidz Al-Iraqy, yang menerangkan derajat hadis dalam kitab ihya’ Uumuddin.
V. PENUTUP
Demikian makalah ini kami buat, semoga dapat memberikan
manfaat kepada pembaca pada umumnya, dan dapat memberikan memberikan pengertian
suatu pemahaman kepada pemakalah secara khususnya.
Sekian dari kami apabila
ada kesalahan atau kekuarangan dalam penulisan makalah ini, kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan. Kami ucapkan terimakasih atas perhatian
pembaca.
[4] Teuku Muhammad Habsi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar ILMU HADITS, (Pustaka
Rizki Putra: 2009) hlm 97.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar