Selasa, 29 Desember 2015

TAKHRIJ HADITS

I.      PENDAHULUAN
Al-Hadits merupakan sumber hukum islam kedua setelah Al-Qur’an, karena ia mempunyai peranan penting, terutama sebagai hujjah dalam menetapkan hukum. Oleh karena itu validasi sebuah hadits harus menjadi perhatian. Hadits mempunyai tiga unsur penting yakni, sanad, matan dan perawi. Sebuah hadits belum dapat ditentukan apakah boleh diterima (maqbul) secara baik atau ditolak (mardud) sebelum keadaan sanadnya, apakah mereka muttashil ataukah munqathi’. Sanad berperan menentukan nilai hadits, karena sanad adalah matarantai para perawi yang mengantarkan sebuah matan. Sedangkan matan merupakan lafadh yang menunjuk pada isi sebuah hadits. Dari segi periwayatannya, posisi dan kondisi para perawi yang berderet dalam sanad sangat menentukan status sebuah hadits, apakah ia shahih, dla’if, atau lainnya. Dengan demikian ke-a’dalah-an, ke-tsiqoh-an dan ke-dlabith­-an setiap perawi sangat menentukn status hadits.
Diantara kita terkadang memperoleh atau menerima teks, baik dalam majalah maupun buku-buku agama bahkan dalam sebagian kitab karya Ulama’ Klasik, yang dinyatakan sebagi hadits tetapi tidak disertakan sanadnya bahkan tidak pula perawinya. Maka untuk memastikan apakah teks-teks tersebut benar merupakan hadits atau tidak, atau jika memang hadits maka perlu diketahui statusnya secara pasti, siapa perawinya dan siapa-siapa sanadnya. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka teks tersebut harus diteliti atau dilacak, darimana teks tersebut diambil (menunjuk pada kitab sumbernya sekaligus siapa perawinya), dan bagaimana keadaan para perawi dalam sanad setelah ditemukan sanadnya. Hasilnya akan diketahui sumber teks (kitab dan penulis atau perawi), maupun sanadnya jika teks pun diketahui apakah sahih atau tidak. Pelacakan seperti itulah namanya penelitian hadits (takhrij al-hadits).

II. RUMUSAN MASALAH
a.       Bagaimanakah definisi tentang Takhrij  Hadis ?
b.      Apakah manfaat & tujuan men-Takhrij Hadis ?
c.       Apa saja kitab-kitab yang dibutuhkan dalam men-Takhrij ?
d.      Apa saja metode-metode dalam men-Takhrij ?
e.       Apakah contoh kitab-kitab Takhrij ?



III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Takhrij hadis
Takhrij hadis adalah merupakan bagian dari kegiatan penelitian hadis. Sebelum mengenal pengertian takhrij, ada baiknya juga dikenal terlebih dahulu dua kata lain yang mempunyai kata dasar yang sama dari kata kharaja, yaitu ikhraj dan istikhraj, yang penggunaannya sedikit berbeda antar yang satu dengan yang lainnya.
Kata ikhraj dalam terminologi ilmu hadis berarti yaitu, periwayatan hadis dengan menyebutkan sanad-nya mulai dari mukharij-nya dengan perawiannya sampai kepada Rasul SAW. Jika hadis tersebut Marfu’, atau sampai kepada sahabat jika hadis tersebut mawquf, atau sampai kepada tabi’in jika hadis tersebut maqthu’.
Suatu hadis yang sebelumnya tidak diketahui keadaannya sehingga seolah-olah dianggap tidak ada, maka dengan ikhraj, yaitu penyebutan sanad-nya secara bersambung sampai kepada yang mengucapkannya, hadis tersebut akan menjadi jelas eksistensinya dan akan diketahui kualitasnya sehingga dapat diamalkan.
Istikhraj dalam istilah ilmu hadis adalah bahwa seorang hafiz (ahli hadis) menentukan (memilih) suatu kitab kumpulan hadis karya orang lain yang telah disusun lengkap dengan sanad-nya, lalu dia mentakhrij hadis-hadisnya dengan sanad-nya sendiri tanpa mengikuti jalur sanad penyusun kitab tersebut. (Akan tetapi) jalur sanad-nya itu bertemu dengan sanad penulis buku tersebut pada gurunya atau guru sebagai penerima hadis pertama, dengan syarat bahwa hadis tersebut tidak datang dari sahabat lain, tetapi mestilah dari sahabat yang sama.
Sebagai contoh, seorang bermaksud melakukan istikhraj terhadap kitab Shahihal-Bukhari. Hadis pertama di dalam kitab tersebut adalah hadis tentang niat, yaitu:
إِ نَّمَا اْ لاَ عْمَا لُلنِّيَا تِ ........
Hadis niat tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dari gurunya Al-Humadi, dari Syufan ibn Uyainah, dari Yahya ibn Said al-Anshari, dari Ibrahim al-Taimi, dari Al-Qamah ibn Waqqash al-Laitisi, dari ‘Umar ibn al-khathab. Seorang mustakhrij (yang melakukan istikhraj) akan menyandarkan hadis tersebut dengan sanad-nya sendiri kepada al-Humadi,guru Bukhari, atau jika dia akan meriwayatkan hadis hadis tersebut dengan menyadarkan kepada Yahya ibn al-Mubarak atau ‘Abd al-Rahman ibn Mahdi atau para perawi selain mereka yang meriwayatkan hadis tersebut dari Yahya ibn Sa’id al-Anshar, yang jumlahnya menurut sebagian ulama hadis mencapai 700 orang.
Secara terminology, takhrij berarti, mengembalikan (menelusuri kembali ke asalnya) hadis-hadis yang terdapat di dalam berbagai kitab yang tidak memakai sanad kepada kitab-kitab musnad (kitab sandaran), baik disertai dengan pembicaraan tentang status hadis-hadis tersebut dari segi shahih atau dha’if, ditolak atau diterima, dan penjelasan tentang kemungkinan illat yang ada padanya, atau hanya sekedar mengembalikannya kepada kitab-kitab asal (sumber)-nya.

B. Tujuan dan Manfaat Takhrij Hadis
Peguasaan tentang ilmu takhrij penting, bahkan merupakan suatu kemestian bagi setiap ilmuan yang berkecimpung di bidang ilmu-ilmu kesyariahan, khususnya yang menekuni bidang hadis dan ilmu hadis. Dengan mempelajari kaidah-kaidah dan metode takhrij, seseorang akan dapat mengertahui bagaimana cara untuk sampai kepada suatu hadis di dalam mengetahui bagaimana cara untuk sampai kepada suatu hadis di dalam sumber-sumbernya yang asli yang pertama kali disusun oleh para ulama mengkodifikasi hadis. Dengan mengetahui hadis di dalam buku-buku sumbernya yang asli, sekaligus akan mengetahui sanad-sanad-nya akan memudahkan untuk melakukan penelitian sanad dalam rangka untuk mengetahui status dan kualitasnya. Kebutuhan ini akan sangat dirasakan ketika menyadari bahwa sebagian para penyusun kitab-kitab dalam bidang fikih, tafsir dan, sejarah yang memuat Hadis-Hadis Nabi SAW.
Selanjutnya, mengenai tujuan dan manfaat takhrij al-hadits ini, ‘Abd al-Mahdi, yang menjadi tujuan dari takhrij adalah menunjukan sumber haadis dan menerangkan ditolak atau diterimanya hadis tersebut. Dengan demikian, ada dua hal yang menjadi tujuan dari takhrij, yaitu:
·         Untuk mengetahui sumber dari suatu hadis, dan
·         Mengetahui kualitas dari suatu hadis, apakah dapat diterima (shahih atau hasan) atau ditolak (dha’if).

Menurut Abd al-Mahdi manfaat takhrij banyak sekali diantaranya adalah:
1.      Memperkenalkan sumber-sumber hadis, kitab-kitab asal dari suatu hadis beserta ulama yang meriwayatkannya.
2.      Menambah perbedaharaan sanad hadis melalui kitab-kitab yang di tunjukannya.
3.      Memperjelas keadaan sanad, sehingga dapat diketahui apakah munaqthi atau lainnya.
4.      Memperjelas hukum hadis dengan banyaknya riwayatnya, seperti hadis dha’if  melalui suatu riwayat, maka dengan takhrij kemungkinan akan didapati riwayat lain yang dapat mengangkat status hadis tersebut kepada derajat yang lebih tinggi.
5.      Mengetahui pendapat-pendapat para ulama sekitar hukum hadits.
6.      Memperjelas perawi hadits yang samar karena dengan adanya takhrij, dapat diketahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
7.      Memperjelas perawi hadis yang tidak diketahui namanya melalui perbandingan di antara sanad-sanad
8.      Dapat menafikan pemakaian “an” dalam periwayatan hadis oleh seorang perawi mudallis. Dengan didapatinya sanad yang lain yang memakai kata yang jelas kebersambungan sanad-nya, maka periwayatannya yang memakai “an” tadi akan tampak pula kebersambungan sanad-nya.
9.      Dapat menghilangkan kemungkinan, terjadinya pencampuran riwayat.
10.  Dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini karena mungkin saja ada perawi-perawi yang mempunyai kesamaan gelar. Dengan adanya sanad yang lain, maka nama perawi itu akan menjadi jelas.

C. Kitab-kitab yang Diperlukan dalam Men-takhrij
Dalam melakukan kegiatan takhrij, seseorang memerlukan kitab-kitab tertentu dapat dijadikan pegangan atau pedoman sehingga dapat melakukan kegiatan takhrij secara mudah dan mencapai sasaran yang dituju. Di antara kitab-kitab yang dapat dijadikan pedoman dalam men-takhrij adalah Ushul al-Tahkrij wa Dirasat al-Asanid oleh Muhammad al-Thahan, Hushul al-Tafrij bi Ushul al-Takhrij oleh Ahmad ibn Muhammad al-Shiddiq al-Gharami, Thuruq takhrij Hadits Rasulullah SAW.
Selain kitab-kitab diatas, didalam men-takhrij, diperlukan juga bantuan dari kitab-kitab kamus atau mu’jam hadis dan mu’jampara perawi hadis, yang diantaranya seperti berikut ini.
1.      Al-Mu’jamal-Mufahrasli Alfazh al-Hadits al-Nabawi oleh A.J Wensick, seorang orientalitas dan guru besar bahasa Arab pada Universitas Laiden, dan kemudian bergabung dengannya Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi.
2.      Miftah kunuz al-Sunnah, juga oleh A.J Wesinck, yang memerlukan waktu selama 10 tahun untuk menyusun kitab tersebut. Kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad fu’ad ‘Abd al-Baqi.
Sedangkan kitab yang memuat biografi para perawi hadis, di antaranya adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Thahhan berikut ini.
1.      Kitab-kitab yang memuat biografi sahabat:
a.       Al- Isti ab Ma’ rifat al-Ashhab, oleh ibnu ‘Abd al- Andalusia (w. 463/1071 M).
b.      Ushud al-Ghabah fi Ma’rifat al-Shahabah, oleh Iz al-Din Abi al-Hasan Ali ibn Muhammad ibn al-Atsir al-Jazari (w. 630H/1232 M).
c.       Al- Ishabah ffi Tamyiz al-Shahabah, oleh al-Hafizh ibn Hajar al-Asqalani (w. 852 H/ 1449 M).
2.      Kitab-kitab thabaqat, yaitu kitab-kitab yang membahas biografi para perawi hadis bedasarkan tingkatan para perawi (thabaqat al-ruwat):
a.       Al-Thabaqat al-kubra, oleh Abd Allah Muhammad ibn Sa’ad Katib al-Waqidi (w. 230 H).
b.      Tadzikirat al-Huffazh, karangan Abu ‘Abd Allah Muhammad ibn Ahmad ibn utsman al- Dzahabi (w. 748 H/ 1348 M)
3.      Kitab-kitab yang memuat para perawi hadis secara umum:
a.       Al-Tharikh al-kabir, oleh Imam al-Bukhari (w. 256 H/ 870 M).
b.      Al-Jarh wa al-Ta’dil, karya Ibn Abi Hatim (w. 327 H).
4.      Kitab-kitab yang memuat para perawi hadis dari kitab-kitab hadis tertentu:
a.       Al-Hidayah wa al-Irsyad fi Ma’rifat Ahl al-Tsiqat wa al-Sadad, oleh Abu nashr Ahmad ibn Muhammad al-Kalabadzi (w.398 H). Kitab ini khusus memuat para perawi dari kitab Shahih al-Bukhari.
b.      Rijal Shahih Muslim, olah Abu Bakar Ahmad Ibn Ali al- Ashfahani (w. 438 H).
c.       Al-Jam’ bayn Rijal al-Muawaththa’, tulisan Muhammad Ibn Yahya al-Hidzdza’ al-Tamimi (w. 416 H).
d.      Al-Ta’rif Rijal al-Muawaththa’, tulisan Muhammad Ibn yahya al-Qaisarani (w. 507 H).[1]
e.       Nashbu al-Rayah li Ahadits al-hidayah karya al-Imam al-Hafizh Jamaluddin Abu Muhammad Abdillah bin Yusuf al’-Zaila’I al-hanfi (w. 762 H)
f.       Al-Mughni an Haml at-Asfar fi Takhrij Ma fi al-Ilhya’ min al-Akhbar karya al-Hafizh al-Kabir al-Imam Abdurrahim bin at-Husain al-Iraqi (w. 806 H), guru al-Hafizh Ibnu hajar. Ia adalah orang nomor satu dalam bidang ilmu hadis pada waktu itu.[2]

D. Cara Pelaksanaan dan Metode Takhrij
Di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai pedoman, yaitu sebagai berikut.
1.      Takhrij melalui lafaz pertama matan hadis
Metode ini sangat tergantung kepada lafaz pertama hadis. Hadis-hadis dengan metode ini dikondifikasi berdasarkan lafaz pertamanya menurut urutan huruf-huruf hijaiyah, seperti hadis-hadis yang huruf pertama dari lafaz pertamanya alif, ba’, ta’, dan seterusnya. Seorang Mukharrij yang menggunakan metode ini haruslah terlebih dahulu mengetahui secara pasti lafal pertama dari hadis yang akan di-takhrij-nya, setelah itu barulah dia melihat huruf pertamanya pada kitab-kitab takhrij yang disusun berdasarkan metode ini, dan huruf kedua, ketiga, dan seterusnya.
Umpamanya, apabila akan men-takhrij hadis yang berbunyi:
مَنْ غَشَّناَ فَليْسَ مِنَّا
Maka langkah yang akan ditempuh dalam penerapan metode ini adalah menentukan urutan huruf-huruf yang terdapat pada lafadz pertamanya, begitu pula lafadz-lafadz selanjutnya.
Ø  Lafadz pertama dari hadis diatas dimulai dengan huruf mim, maka dibuka kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan metode ini pada mim.
Ø  Kemudian mencari huruf kedua setelah mim, yaitu nun.
Ø  Berikutnya, mencari huruf-huruf selanjutnya, yaitu ghoin, syin, dan nun. Demikianlah seterusnya, mencari huruf-huruf hijaiyah pada lafadz-lafadz hadis tersebut.
Diantara kitab-kitab yang mengunakan metode ini adalah sebagai berikut:
a.       Al-Jami’al Shaghir min Hadits al-Basyrin al-Nadzir, karangan imam Al Suyuthi
b.      Al-Fath al-Kabir fi Dhamm al-Ziyadat ila, al Jami’ al-Shaghir, juga karangan imam Al Suyuthi.
2.      Takhrij melalui kata-kata dalam matan hadis
Metode ini adalah berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, baik berupa isim (nama benda) atau fi’il (kata kerja). Hadis-hadis yang dicantumkan adalah potongan atau bagian dari hadis, dan para ulama’ yang meriwayatkannya beserta nama kitab-kitab induk hadis yang dikarang mereka, dicantumkan dibawah potongan hadis-hadis tersebut.
 Umpamanya, pencarian hadis sebagai berikut:
أِنَّ النَّبِيَ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ  نَهَى عَنْ طَعَامِ الْمُتَبَارِيَنِ اَنْ يَأْكُلَ
            Dalam pencarian hadis diatas pada dasarnya dapat ditelusuri melalui kata-kata naha, tha’am, ya’kul atau mutabariyani.
Kitab yang terkenal dengan metode ini adalah Mu’jam al-Mufahras Li Alfadz al Hadits al- Nabawi oleh A.J. Wensinck dan Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi.
3.      Takhrij melalui perawi hadis pertama
Metode ini berlandaskan pada pertama suatu hadis, baik perawinya dari kalangan sahabat, bila sanadnya muttasil sampai Nabi Saw., atau dari kalangan tabi’in, apabila hadis tersebut mursal. Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini mencantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh perawi pertama dari setiap hadis yang hendak ditakhrij dan setelah itu, barulah mencari nama perawi pertama dalam kitab-kitab itu dan selanjutnya, mencaci hadis yang dimaksud diantara hadis-hadis yang tertera dibawah nama perawi pertama tersebut.
Kitab-kitab yang disusun dengan metode ini misalnya adalah kitab Al-Athraf  (kitab yang menghimpun hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap sahabat) dan kitab-kitab Musnad (kitab yang disusun berdasarkan perawi teratas, yaitu sahabat, dan memuat hadis-hadis setiap sahabat).
4.      Takhrij melalui tema hadis
Metode ini berdasarkan pada tema dari suatu hadis. Oleh karena itu, untuk melakukan takhrij dengan metode ini, perlu disimpulkan tema dari suatu hadis yang akan di takhrij dan kemudian baru mencarinya melalui tema itu pada kitab-kitab yang disusun dengan metode ini.
Kitab-kitab yang disusun dengan metode ini diantaranya adalah: Kanz al-Ummal fi Sunan al- Aqwal wa al-Af’al karangan Al-Mutaqqi al-Hindi, Miftah Kunuz al-Sunnah oleh Wensinck dan Al Dariyah fi Takhrij al- Hidayah oleh Ibnu Hajar.
5.      Takhrij melaui klasifikasi (status) hadis
Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para ulama hadis dalam menyusun hadis-hadis, yaitu penghimunan hadis berdasarkan statusnya. Karya-karya tersebut sangat membantu sekali dalam proses pencarian hadis, seperti hadis-hadis qudsi, masyhur, mursal dan lainnya.
            Kitab-kitab yang disusun dengan metode ini diantaranya adalah: Al-Azhar al Mutanatsirah fi al- Akbar al-Mutawatirah karangan Al- Suyuthi, Al- Ittihafat al-Saniyyat fi al-hadits al-Qudsiyyah oleh al-Madani dan  Al-Marasil oleh Abu Daud.[3]
E. Contoh kitab-kitab takhrij adalah sebagai berikut :
a.       Takhrij Ahadits al-Kasysyaf yang disusun oleh Jamaluddin al-Hanafy. Kitab ini menerangkan derajat hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Tafsir al-Kasysyaf.
b.      Kitab Takhrij yang disusun oleh Abd ar-Rahman al-Manawy yang menerangkan derajat hadits-hadits yang bterdapat dalam Tafsir al-Baidhawi.
c.       Ath-Thuruq wa al-Wasa’il, kitab yang menerangkan keadaan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Khulashah ad-Dala’il, sebuah kitab Hanafy. Kitab takhrij ini disusun oleh Ahmad ibn Utsman at- Turkumany.
d.      Kitab takhrij yang disusun oleh Az-Zaila’y yang menerangkan derajat-derajat hadis yang terdapat dalam kitab Al-Hidayah.
e.       Kitab yang menerangkan derajat-derajat hadits yang terdapat dalam Syarah al-Wajiz, yang disusun oleh Ibnu Mulaqqin dan diringkaskan oleh Ibnu Hajar al-Asqalany dengan nama Talkhish al-Khabir.   
f.       Takhrij Al-Hadits Al-Minhaj, yang disusun oleh Ibnu Mulaqqin, yang menerangkan derajat-derajat hadits dalam kitab Minhajuth Tholibin.
g.      Al-Mughni ‘an Haml al-Asfar,yang disusun oleh Al-Hafidz Al-Iraqy, yang menerangkan derajat hadis dalam kitab ihya’ Uumuddin.[4]

IV.     KESIMPULAN
Takhrij hadis adalah merupakan bagian dari kegiatan penelitian hadis. Secara terminology, takhrij berarti, mengembalikan (menelusuri kembali ke asalnya) hadis-hadis yang terdapat di dalam berbagai kitab yang tidak memakai sanad kepada kitab-kitab musnad (kitab sandaran), baik disertai dengan pembicaraan tentang status hadis-hadis tersebut dari segi shahih atau dha’if, ditolak atau diterima, dan penjelasan tentang kemungkinan illat yang ada padanya, atau hanya sekedar mengembalikannya kepada kitab-kitab asal (sumber)-nya.
Tujuan dari takhrij, yaitu:
·         Untuk mengetahui sumber dari suatu hadis, dan
·         Mengetahui kualitas dari suatu hadis, apakah dapat diterima (shahih atau hasan) atau ditolak (dha’if).
Manfaat takhrij banyak sekali’ diantaranya adalah:
Ø  Memperkenalkan sumber-sumber hadis, kitab-kitab asal dari suatu hadis beserta ulama yang meriwayatkannya.
Ø  Menambah perbedaharaan sanad hadis melalui kitab-kitab yang di tunjukannya.
Ø  Memperjelas keadaan sanad, sehingga dapat diketahui apakah munaqthi atau lainnya.
Ø  Memperjelas hukum hadis dengan banyaknya riwayatnya, seperti hadis dha’if  melalui suatu riwayat, maka dengan takhrij kemungkinan akan didapati riwayatt lain yang dapat mengangkat status hadis tersebut kepada derajat yang lebih tinggi.
Ø  Mengetahui pendapat-pendapat para ulama sekitar hukum hadits.
Ø  Memperjelas perawi hadits yang samar karena dengan adanya takhrij, dapat diketahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
Ø  Memperjelas perawi hadis yang tidak diketahui namanya melalui perbandingan di antara sanad-sanad
Ø  Dapat menfikan pemakaina “an” dalam periwayatan hadis oleh seorang perawi mudallis.
Ø  Dapat menghilangkan kemungkinan, terjadinya pencampuran riwayat.
Ø  Dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini karena mungkin saja ada perawi-perawi yang mempunyai kesamaan gelar. Dengan adanya sanad yang lain, maka nama perawi itu akan menjadi jelas.
Di antara kitab-kitab yang dapat dijadikan pedoman dalam men-takhrij adalah:
Ushul al-Tahkrij wa Dirasat al-Asanid oleh Muhammad al-Thahan, Hushul al-Tafrij bi Ushul al-Takhrij oleh Ahmad ibn Muhammad al-Shiddiq al-Gharami, Thuruq takhrij Hadits Rasulullah SAW,Al-Mu’jamal-Mufahrasli Alfazh al-Hadits al-Nabawi oleh A.J Wensick,Miftah kunuz al-Sunnah, juga oleh A.J Wesinck.
Metode yang dapat dijadikan sebagai pedoman takhrij, yaitu sebagai berikut.
ü  Takhrij melalui lafaz pertama matan hadis
ü  Takhrij melalui kata-kata dalam matan hadis
ü  Takhrij melalui perawi hadis pertama
ü  Takhrij melalui tema hadis
ü  Takhrij melaui klasifikasi (status) hadis

Contoh kitab-kitab takhrij adalah sebagai berikut :
a.       Kitab takhrij yang disusun oleh Az-Zaila’y yang menerangkan derajat-derajat hadis yang terdapat dalam kitab Al-Hidayah.
b.      Takhrij Al-Hadits Al-Minhaj, yang disusun oleh Ibnu Mulaqqin, yang menerangkan derajat-derajat hadits dalam kitab Minhajuth Tholibin.
c.       Al-Mughni ‘an Haml al-Asfar, yang disusun oleh Al-Hafidz Al-Iraqy, yang menerangkan derajat hadis dalam kitab ihya’ Uumuddin.

V.      PENUTUP
            Demikian makalah ini kami buat, semoga dapat memberikan manfaat kepada pembaca pada umumnya, dan dapat memberikan memberikan pengertian suatu pemahaman kepada pemakalah secara khususnya.
Sekian dari kami apabila ada kesalahan atau kekuarangan dalam penulisan makalah ini, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Kami ucapkan terimakasih atas perhatian pembaca.







[1] Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, (Ghalia Indonesia: 2010) hlm 192-193.
[2] Nurudin ‘Itr, Ulumul Hadis, (Remaja Rosdakarya: 2012) hlm 201-202.
[3] Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, (Ghalia Indonesia: 2010) hlm 185-202.
[4]  Teuku Muhammad Habsi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar ILMU HADITS, (Pustaka Rizki Putra: 2009) hlm 97.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar